Search This Blog

Perpustakaan Pribadi yang Ada Pada Masa Keemasan Islam

Salam cerdas.....

Perpustakaan pribadi artinya perpustakaan yang dikelola secara pribadi dengan tujuan melayani keperluan bahan pustaka bagi kelompok, keluarga, atau individu tertentu. Karena semua dibiayai secara pribadi maka perpustakaan jenis ini hanya melayani keperluan kelompok terbatas pula. Namun untuk contoh-contoh tertentu tidak menutup kemungkinan perpustakaan pribadi digunakan untuk kepentingan umum.

Banyak di antara bangsawan yang dekat dengan golongan Abbasiyah yang mempunyai perpustakaan. Berikut ini penulis kemukakan beberapa perputakaan pribadi yang ada pada masa keemasan Islam:

1) Teman Al-Mutawakkil, Al-Fath Ibn Khaqan (w. 861), yang menurut ibn Al-Nadim sangat bijaksana dan pandai dalam bidang kesustraan. Selalu membuka pintu untuk para sastrawan dan ilmuwan.
2)  Yakut dalam bukunya al-mu’jam menjelaskan bahwa di Karkar di sekitar al-Qans terdapat sepetak tanah yang berharga kepunyaan Ali bin Yahya. Ia membangun untuknya sebuah perpustakaan yang tersohor karena kegunaannya dan ukurannya.
3) Jamaludin al-Qifthi (w. 64 H), ia mengumpulkan buku yang tidak dapat digambarkan. Perpustakaannya selalu dituju oleh orang-orang dari berbagai penjuru karena mengharapkan kemurahan dan kedermawanannya. Ia tidak mencintai selain buku-bukunya ia mewakafkan dirinya untuk buku-buku. Ia mewasiatkan perpustakaannya yang bernilai lima puluh dinar kepada an-Nashir.
4)  Muwafaq bin Muthran Dimasyqi, Abdul al-Daula (587 H), ia mempunyai semangat tinggi untuk mendapatkan buku sehingga tatkala ia meninggal. Di lemarinya terdapat-buku-buku kedokteran dan buku-buku lain sebanyak 10.000 buah. Untuk membantunya, ada tiga orang penyalin itu di beri gaji dan nafkah.
5)   Perpustakaan lain yang lebih cukup menonjol di kalangan muslimin saat itu adalah perpustakaan perpustakaan yang dibangun oleh Abdul Mutrif, seorang hakim di Cordoba, kebanyakan berisi buku-buku langka, masterpiece-masterpieces kaligrafi, mempekerjakan enam orang penyalin yang bekerja penuh waktu. Perpustakaan ini telah terjual dalam satu lelang terbuka setelah ia wafat pada tahun 1011 seharga 40.000 dinar.
6)   Di kalangan Buwayhiyah, Abdul al-Dauladan (w.983) ayah Baha al-Daula dan anggota terpenting dalam kelompok itu, telah mendirikan sebuah perpustakaan di Syiraz yang menurut penilaian al-Maqrizi berukuran sangat besar, adapun nama perpustakaan itu adalah Khiznatul Kutub. Ia menggambarkan perpustakaan tersebut berdiri di suatu komplek yang dikelilingi oleh taman, danau, dan aliran air. Bangunannya diberi kubah di bagian atasnya dan terdiri dari dua tingkat yang menurut kepala petugasnya jumlah total ruangannya adalah 360 ruangan. Rak utama diletakkan di ruangan yang besar dengan beberapa kamar yang berhubungan, semua ini dilengkapi dengan lemari-lemari setinggi tubuh manusia dan dengan pintu-pintu yang diberi dekorasi, di dalam lemari diletakkan buku-buku yang tidak ada satu pun buku yang pernah ditulis pada saat itu dilewatkan, tiap-tiap bagian ada sebuah rak yang berisi katalog. Lantai-lantai dilapisi dengan karpet dan beberapa ruangan didesain khusus, untuk mendapatkan udara yang sejuk dan segar melalui ventilasi yang bekerja di antaranya.
7)   Ibn Sawwar, seorang laki-laki yang kalau bukan karena mendirikan Dar al-Ilm di Basrah, namanya tidak dikenal orang. Ia membangun perpustakaan yang di dalamnya yang besar dan disediakannya beasiswa bagi orang-orang yang datang ke sana untuk belajar dan menyalin buku-buku. Ia juga membangun perpustakaan lain lebih kecil di Ramhurmuz, suatu tempat di sekitar Persia.
8)   Pangeran Dinasti Samaiyyah, Nuh, yang bertempat tinggal di Bukhara (976-977) telah meniru para pendahulunya dalam mengumpulkan orang-orang pitar di istananya. Salah seorang di antaranya adalah ahli filsafat terkenal Ibnu Sina, ia juga sebagai seorang Doktor. Pada suatu ketika ia pernah diundang untuk merawat Nuh ketika sedang Sakit. Ibn Sina minta izin untuk menggunakan perpustakaannya, ternyata di sana ia melihat buku yang berjumlah sangat banyak yang di atur dalam ruangan-ruangan yang terpisah sesuai dengan jenis bukunya, filogi bahasa arab, puisi, etika, dan seterusnya. Beliau memeriksa katalog “ilmu-ilmu kuno” dan tampak olehnya beberapa buku yang judulnya hanya dikenal oleh beberapa orang saja, dan tidak pernah dijumpainya di tempat lain sebelum ini.
9)  Perpustakaan Khazain Al-Qusu di Kairo menyimpan lebih dari 1.6 juta naskah dalam 40 ruangan yang dibangun untuk hal itu. Seluruh perpustakaan mempunyai ruangan yang terpisah untuk para penyalin, tukang jilid, dan pustakawan Muslim dirancang sedemikian rupa sehingga seluruh ruang perpustakaan dapat dilihat dari satu titik pusat dan dilengkapi dengan sebuah rak terbuka yang dekat dengan penyimpanan buku. Kelengkapan buku dan sarana pendukungnya membuat setiap orang yang membacanya menjadi nyaman.
10) Muhammad ibn ‘Umar Al-Waqidi (130-207 H/748-823 M) lahir di Madinah dan wafat di Baghdad. Ia seorag ahli Hadits, Fikih, dan sejarawan Arab terkenal. Ia senang mengembara. Pengembaraannya berkisar di kota-kota Hijaz (Mekkah, Madinah, Ta’rib, dan Jeddah), kota Syiria dan Baghdad. Kepustakaan pribadinya penuh dengan buku. Ia berkata: “Aku belum pernah tahu anak sahabat atau anak orang yang mati syahid, atau budak belian kecuali aku bertanya kepadanya, apakah anda pernah mendengar salah seorang anggota keluargamu yang memberi tahu kepadamu tentang kesyahidan si fulan, dan dimana ia terbunuh? Jika dia memberi informasi kepadaku, aku akan menuju tempat itu untuk menyelidikinya. Demikian gigih ia mengumpulkan informasi pengetahuan untuk menulis buku, sehingga ia layak memiliki perpustakaan.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Perpustakaan Pribadi yang Ada Pada Masa Keemasan Islam"

Post a Comment