Salam cerdas.....
Secara bahasa, kata syirkah (perseroan) berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak dapat lagi dibedakan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Menurut istilah, syirkah adalah suatu akad yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.
Secara bahasa, kata syirkah (perseroan) berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak dapat lagi dibedakan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Menurut istilah, syirkah adalah suatu akad yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.
a.
Rukun dan Syarat Syirkah
Adapun
rukun syirkah secara garis besar ada tiga, yaitu seperti berikut:
1) Dua belah pihak yang berakad (‘aqidani).
Syarat orang yang melakukan akad adalah harus memiliki kecakapan (ahliyah)
melakukan taṡarruf (pengelolaan harta).
2) Objek akad yang disebut juga ma’qud
‘alaihi mencakup pekerjaan atau modal. Adapun syarat pekerjaan atau benda
yang dikelola dalam syirkah harus halal dan diperbolehkan dalam agama
dan pengelolaannya dapat diwakilkan.
3)
Akad atau yang disebut juga dengan
istilah ṡigat. Adapun syarat sah akad harus berupa taṡarruf,
yaitu adanya aktivitas pengelolaan.
b.
Macam-Macam Syirkah
Syirkah dibagi menjadi
beberapa macam, yaitu syirkah `inān, syirkah ‘abdān, syirkah wujūh, dan syirkah
mufāwaḍah. Berikut panjelasannya:
1)
Syirkah ‘Inān
Syirkah
‘inān
adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi
kontribusi kerja (amal) dan modal (mal). Syirkah ini hukumnya boleh
berdasarkan dalil sunah dan ijma’ sahabat.
Contoh
syirkah ‘inān: A dan B sarjana teknik komputer. A dan B sepakat
menjalankan bisnis perakitan komputer dengan membuka pusat service dan
penjualan komponen komputer. Masing-masing memberikan kontribusi modal sebesar
Rp10 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut. Dalam syirkah
jenis ini, modalnya disyaratkan harus berupa uang. Sementara barang seperti
rumah atau mobil yang menjadi fasilitas tidak boleh dijadikan modal, kecuali
jika barang tersebut dihitung nilainya pada saat akad. Keuntungan didasarkan
pada kesepakatan dan kerugian ditanggung oleh masing-masing syārik
(mitra usaha) berdasarkan porsi modal. Jika masing-masing modalnya 50%,
masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%.
2)
Syirkah ‘Abdān
Syirkah
‘abdān
adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya
memberikan kontribusi kerja (amal), tanpa kontribusi modal (amal). Konstribusi
kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti penulis naskah) ataupun kerja fisik (seperti tukang batu). Syirkah ini juga disebut syirkah
‘amal.
Contohnya:
A dan B sama-sama nelayan dan bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan.
Mereka juga sepakat apabila memperoleh ikan akan dijual dan hasilnya akan
dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%. Dalam syirkah
ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda
profesi. Jadi, boleh saja syirkah ‘abdān terdiri atas beberapa tukang
kayu dan tukang batu. Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan
merupakan pekerjaan halal dan tidak boleh berupa pekerjaan haram, misalnya
berburu anjing. Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan,
porsinya boleh sama atau tidak sama di antara syarik (mitra usaha).
3)
Syirkah Wujūh
Syirkah
wujūh
adalah kerja sama karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian
(wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujūh adalah syirkah
antara dua pihak yang sama-sama memberikan kontribusi kerja (amal) dengan pihak
ketiga yang memberikan konstribusi modal (mal).
Contohnya:
A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B bersyirkah wujuh
dengan cara membeli barang dari seorang pedagang secara kredit. A dan B
bersepakat bahwa masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu,
keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua. Sementara harga
pokoknya dikembalikan kepada pedagang. Syirkah wujūh ini hakikatnya
termasuk dalam syirkah ‘abdān.
4)
Syirkah Mufāwaḍah
Syirkah
mufāwaḍah
adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua
jenis syirkah di atas. Syirkah mufāwaḍah dalam pengertian ini
boleh dipraktikkan. Sebab setiap jenis syirkah yang sah berarti boleh
digabungkan menjadi satu. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya,
yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal jika berupa syirkah
‘inān, atau ditanggung pemodal saja jika berupa mufāwaḍah, atau
ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang dagangan yang
dimiliki jika berupa syirkah wujūh.
Contohnya:
A adalah pemodal, berkontribusi modal kepada B dan C. Kemudian, B dan C juga
sepakat untuk berkontribusi modal untuk membeli barang secara kredit atas dasar
kepercayaan pedagang kepada B dan C. Dalam hal ini, pada awalnya yang terjadi
adalah syirkah ‘abdān, yaitu ketika B dan C sepakat masing-masing
bersyirkah dengan memberikan kontribusi kerja saja. Namun, ketika A memberikan
modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga terwujud muḍārabah.
Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C
sepakat bahwa masing-masing memberikan kontribusi modal, di samping kontribusi
kerja, berarti terwujud syirkah ‘inān di antara B dan C. Ketika B dan C
membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya,
berarti terwujud syirkah wujūh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah
seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah dan disebut syirkah
mufāwaḍah.
5)
Muḍārabah
Muḍārabah adalah akad kerja
sama usaha antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan semua modal (ṡāhibul
māl), pihak lainnya menjadi pengelola atau pengusaha (muḍarrib).
Keuntungan usaha secara muḍārabah dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak, namun apabila mengalami kerugian, ditanggung oleh
pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian si pengelola.
Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si
pengelola, pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Kontrak
bagi hasil disepakati di depan sehingga bila terjadi keuntungan, pembagiannya
akan mengikuti kontrak bagi hasil tersebut. Misalkan, kontrak bagi hasilnya
adalah 60:40, di mana pengelola mendapatkan 60% dari keuntungan, pemilik modal
mendapat 40% dari keuntungan.
Muḍārabah
sendiri
dibagi menjadi dua, yaitu muḍārabah muṭlaqah dan muḍārabah muqayyadah.
Muḍārabah muṭlaqah merupakan bentuk kerja sama antara pemilik modal dan
pengelola yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan
daerah bisnis. Muḍārabah muqayyadah adalah kebalikan dari muḍārabah
muṭlaqah, yakni usaha yang akan dijalankan dengan dibatasi oleh jenis
usaha, waktu, atau tempat usaha.
6)
Musāqah, Muzāra’ah,
dan Mukhābarah
a)
Musāqah
Musāqah adalah kerja sama
antara pemilik kebun dan petani di mana sang pemilik kebun menyerahkan kepada
petani agar dipelihara dan hasil panennya nanti akan dibagi dua menurut
persentase yang ditentukan pada waktu akad.
Konsep musāqah
merupakan konsep kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak
(simbiosis mutualisme). Tidak jarang para pemilik lahan tidak memiliki waktu
luang untuk merawat perkebunannya, sementara di pihak lain ada petani yang
memiliki banyak waktu luang namun tidak memiliki lahan yang bisa digarap.
Dengan adanya sistem kerja sama musāqah, setiap pihak akan sama-sama
mendapatkan manfaat.
b)
Muzāra’ah dan
Mukhābarah
Muzāra’ah adalah kerja sama
dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap di mana benih
tanamannya berasal dari petani. Sementara mukhābarah ialah kerja sama dalam
bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap di mana benih
tanamannya berasal dari pemilik lahan. Muzāra’ah memang sering kali
diidentikkan dengan mukhābarah. Namun demikian, keduanya sebenarnya
memiliki sedikit perbedaan. Apabila muzāra’ah, benihnya berasal dari
petani penggarap, sedangkan mukhābarah benihnya berasal dari pemilik
lahan.
Muzāra’ah dan mukhābarah
merupakan bentuk kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan
penggarap yang sudah dikenal sejak masa Rasulullah saw. Dalam hal ini, pemilik
lahan memberikan lahan pertanian kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara
dengan pembagian persentase tertentu dari hasil panen. Di Indonesia, khususnya
di kawasan pedesaan, kedua model penggarapan tanah itu sama-sama dipraktikkan
oleh masyarakat petani. Landasan syariahnya terdapat dalam hadis dan ijma’
ulama.
Belum ada tanggapan untuk "Syirkah"
Post a Comment