Search This Blog

Pembaharuan Pemikiran Islam di India / Pakistan

Salam cerdas…..

PEMBAHARUAN PEMIKIRAN ISLAM DI INDIA / PAKISTAN
Oleh Susana
Ummi Kulsum
Irma Yanti Marpaung
A.  Pendahuluan
Perkembangan kesadaran keagamaan umat Islam di dunia tidak bisa dilepaskan dari munculnya gerakan pembaruan pemikiran sejak abad ke-19 lalu. Dimana gerakan pembaharuan ini dilatarbelakangi oleh kemunduran dunia Islam pada abad ke 10, kemudian tenggelam berabad-abad lamanya. Faktor yang menjadi penyebab utama kemunduran dunia Islam adalah mundurnya spirit yang menimpa kaum muslimin yang ditampilkan dalam bentuk khurafat, umat Islam tidak lagi menggunakan pikirannya sebagaimana para pemikir-pemikir sebelumnya melakukan ijtihad, untuk menggali sumber yang asli kepada Al-Qur’an dan Hadist Nabi, praktek bermazhab dan bid’ah telah subur. Setelah berabad-abad lamanya masa kemunduran islam, muncullah gerakan pemikiran yang dikumandangkan oleh pelopor-pelopor pembaharuan.
Istilah gerakan yang disebut pembaharuan ini memberi arah dan perspektif keagamaan yang relatif berbeda dari pusat-pusat peradaban Islam di Timur Tengah.  Diantara beberapa negara yang melakukan gerakan pembaharuan adalah India dan Pakistan. Dimana keduanya memiliki keterkaitan sejarah, bahkan merupakan satu kesatuan dalam sejarahnya. Negara ini termasuk negara yang besar, luas daerahnya maupun kebudayaan dan peradabannya, akhirnya menjadi suram dan bahkan hancur dengan kedatangan orang-orang kulit putih.[1]
Yang menjadi latar belakang pembaharuan pemikiran Islam di India atau Pakistan Antara lain:
1.  Ajaran Islam sudah bercampur baur dengan paham dan praktek keagamaan dari Persia, Hindu atau Animisme.
2.   Pintu ijtihad tertutup.
3. Kemajuan kebudayaan dan peradaban Barat telah dapat dirasakan oleh orang-orang India, baik orang Hindu maupun kaum Muslimin, namun orang Hindu-lah yang banyak menyerap peradaban Barat, sehingga orang Hindu lebih maju dari orang Islam dan lebih banyak dapat bekerja di Kantor Inggris.
4.   Kesemenah-menahan Pemerintahan Inggris.
5.   Kekacauan Kepemimpinan Mughal dan para Amirnya.
6.   Terjadinya keributan antara Islam dan Hindu.[2]
Kajian-kajian mengenai pembaharuan pemikiran Islam di India atau Pakistan sangat relevan sekali untuk dipelajari. Dalam makalah ini penulis akan memuat sekilas tentang gerakan pembaharuan umat muslim di India / Pakistan, tokoh-tokoh serta pemikiran mereka.

B.  Pembahasan
1.   Gerakan Mujahidin
Sejak awal abad XVIII kekuasaan Islam Mongol yang berpusat di Delhi semakin merosot. Lemahnya kemampuan serta kewibawaan sultan tidak dapat mengahalangi kehendak para amir akan melepaskan diri dan berkuasa penuh di wilayah mereka. Selain itu kaum Brahmana mulai bergerak ingin membangun kembali kerajaan Hindu. Rakyat Maratha yang sebelumnya telah berulangkali memberontak dan bergerilya, akhirnya berhasil membebaskan diri dan mendirikan kerajaan Hindu yang merdeka di India Barat. Demikian pula golongan Sikh memenangkan pemberontakannya.
Bangsa Inggris semenjak permulaan abad XVII telah tiba di India sebagai pedagang dengan angkatannya yang bernama “The East India Company.” Mengetahui pertentangan-pertentangan antara sesama wilayah bawahan kesultanan Islam di satu pihak, dan antara Kesultanan Islam dan bekas kerajaan Hindu sebagai taklukannya di pihak lain, akhirnya bangsa Inggris melaksanakan politik mengail di air keruh. Selera mereka tumbuh hendak menguasai wilayah, terutama di sekitar pabrik-pabrik yang telah mereka dirikan.[3]
Dengan politik adu domba yang lihai, mereka berhasil. Madras dikuasai pada tahun 1639. Kota Bombay tahun 1660 jatuh pula ke tangan mereka. Demikianlah selanjutnya dengan kekuatan bedil, politik adu-domba dan senjata uang, dilumpuhkannya kekuasaan hakiki kesultanan Islam Mongol. Walupun sesekali memberontak, tetapi tetap bisa dikalahakan oleh Inggris. Hal yang sama diderita pula oleh raja-raja Hindu, seperti kerajaan Maratha, yang mencoba melawan Inggris pada tahun 1817-1818.
Sayyid Ahmad dengan golongan Mujahidinnya mencoba memulai peperangan terhadap golongan sikh di India Utara. Peperangan ini berbuah kemenangan pada kelompok Mujahidin, mereka dapat menguasai Akora yang merupakan pusat kekuatan golongan Sikh. Ide yang dimunculkan oleh Sayyid Ahmad ialah merubah sistem pemerintahan dari monarki kepada sistem imamah, yaitu negara dipimpin oleh seorang imam.
Sistem pemerintahan imamah dibentuk pada tahun 1827, dalam menjalankan tugasnya, imam mengangkat seorang khalifah sebagai wakilnya di kota-kota penting. Diantara tugas mereka yaitu mengumpulkan zakat utnuk pemerintahan imam dan mencari mujahidin untuk meneruskan jihad.
Namun, sistem imamah yang didirikan oleh Sayyid Ahmad tidak bertahan lama, golongan Sikh menganggap gerakan Mujahidin mengancam kekuasaan mereka. Golongan Sikh di bantu oleh golongan-golongan non muslim seperti golongan Barakzai melangsungkan pertempuran di Balekot dan pada pertempuran inilah Sayyid Ahmad mati terbunuh.[4]
Menurut Harun Nasution setelah meninggal Sayyid Ahmad, para pengikutnya terpecah menjadi dua golongan. Golongan pertama mereka bergerak di bidang pendidikan dengan mendirikan madrasah deoband, golongan ini berpendapat tidak cukup kekuatan untuk melanjutkan perjuangan. Namun demikian, madrasah deoband banyak memberikan pengaruh terhadap pembaharuan islam India dengan lahirnya tokoh-tokoh terkenal.
Sepeninggalan Sayyid Ahmad Syahid, gerakan intelektual melawan kolonial Inggris terus dilakukan oleh para pengikut Sayyid Ahmad Syahid. Pada tahun 1857 madrasah Deoband melalui Mawlana Muhammad Qasim Nanantawi dan Mawlana Ishaq, seorang cucu dari Syah Abdul Aziz ditingkatkan menjadi perguruan tinggi.
Ide-ide Syah Waliullah yang kemudian ditonjolkan oleh sayyid Ahmad Syahid dan gerakan Mujahidin, itulah menjadi pegangan bagi Deoband.
Ide-ide itu meliputi:
1)  Bidang agama, pemurnian ajaran Islam India dari paham-paham salah yang dibawa tarekat dan dari keyakinan animisme lama dan pemurnian dari perkatek keagamaan seperti bid’ah.
2)   Bidang politik dan pendidikan, Deoband mengambil sikap anti Inggris. Sikap anti inggris ini dilatar belakangi oleh para pendiri deoband mayoritas pemuka gerakan mujahidin. Mereka mendirikan deoband untuk menentang pendidikan sekuler inggris dan juga sebagai reaksi terhadap usaha kristenisasi di India.

2.   Sayyid Ahmad Khan dan Gerakan Aligarh
a.   Sayyid Ahmad Khan (1817-1898): Tokoh Kontraversi
Sayyid Ahmad Khan dilahirkan di Delhi tanggal 6 Dzulhijjah 1232 Hijriyah atau 17 Oktober 1817 dan Sayyid masih keturunan nabi Muhammad SAW. Ia merupakan keturunan dari Husain bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah . Ayahnya bernama Mir Muttaqi adalah seorang pemimpin agama, tetapi karena keturunan Sayyid maka ia juga memperoleh pengaruh besar dan juga sangat dihormati oleh raja Mughal pada waktu itu, Akbar Syah II.[5] Dia juga berasal dari keluarga terpandang, sebab kakeknya adalah Sayyid Hadi seorang Pembesar Istana di zaman Alamghir II (1754-1759). Maka wajar jika dia mendapatkan pendidikan yang baik dan  menguasai berbagai bahasa, khususnya Inggeris, Arab serta Parsi. Ia mendapat pendidikan tradisional dalam pengetahuan agama. Selain bahasa arab, ia juga belajar bahasa Persia dan sejarah. Ia orang yang rajin membaca dan selalu memperluas pengetahuan dengan menelaah berbagai bidang ilmu pengetahuan.[6]
Inti dari pemikiran Ahmad Khan adalah merubah konfrontasi menjadi kompromi, permusuhan menjadi persahabatan. Sikap menolak semua ide dari barat diubah dengan sikap kooperatif dengan mempelajari kemajuan peradaban dan teknologi yang ada pada penjajah tersebut. Baginya perlawanan terhadap Inggeris hanya akan menambah kehancuran umat Islam. [7]
Untuk itu dia berusaha memberi keyakinan kepada pihak Inggeris bahwa pada pemberontakan tahun 1857 umat Islam bukan pemeran utama. Kemarahan umat Islam terjadi karena  ada informasi yang menyatakan bahwa penjajah Inggeris akan melakukan kristenisasi di India. Pada sisi lain penjajah Inggeris juga tidak memahami permasalahan sensitif di kalangan masyarakat setempat sehingga banyak tindakan mereka yang menimbulkan kemarahan di tengah masyarakat.
Banyak cadangan dan pemikiran Ahmad Khan yang dipakai oleh penjajah Inggeris sehingga dapat memperbaiki hubungan India dengan Inggeris, khususnya umat Islam. Di atas jasa-jasanya tersebut maka kerajaan Inggeris menganugerahkan gelaran Sir kepadanya. Hubungannya dengan pihak Inggris menjadi baik dan ini ia pergunakan untuk kepentingan umat Islam India.
Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa peningkatan kedudukan umat Islam India dapat diwujudkan hanya dengan bekerja sama dengan Inggris. Inggris telah merupakan penguasa yang terkuat di India dan menentang kekuasaan itu tidak akan membawa kebaikan bagi umat Islam India. Hal ini akan membuat mereka tetap mundur dan akhirnya akan jauh ketinggalan dari masyarakat Hindu India.
Pemikiran Sayyid Ahmad Khan tentang pembaruan Islam adalah sebagai berikut:
1) Kemunduran umat Islam disebabkan tidak mengikuti perkembangan zaman dengan cara menguasai sains dan teknologi.
2)  Ia berpendirian bahwa manusia bebas berkehendak dan berbuat sesuai dengan sunatullah yang tidak berubah. Gabungan kemampuan akal, kebebasan manusia berkehendak dan berbuat, serta hukum alam inilah yang menjadi sumber kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
3)   Sumber ajaran Islam hanyalah al-Qur’an dan hadis.
4)  Ia menentang taklid dan perlu adanya ijtihad sehingga umat Islam dapat berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
5)  Ia berpendapat satu-satunya cara untuk mengubah pola pikir umat Islam dari keterbelakangan adalah pendidikan.
Penjelasam Ide-ide cemerlang Sayyid Ahmad Khan adalah sebagai berikut:
1) Ide pembaharuan dalam Bidang Pendidikan. Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa peningkatan kedudukan ummat Islam India, dapat diwujudkan dengan hanya bekerjasama dengan Inggris. Inggris merupakan penguasa terkuat di India, dan menentang kekuasaan itu tidak membawa kebaikan bagi ummat Islam India. Hal ini akan membuat mereka tetap mundur dan akhirnya akan jauh ketinggalan dari masyarakat Hindu India. Disamping itu dasar ketinggian dan kekuatan barat, termasuk didalamnya Inggris, ialah ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Untuk dapat maju, ummat Islam harus pula menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu. Jalan yang harus ditempuh ummat Islam untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang diperlukan itu bukanlah kerjasama dengan Hindu dalam menentang Inggris tetapi memperbaiki dan memperkuat hubungan baik dengan Inggris. Ia berusaha meyakinkan pihak Inggris bahwa dalam pemberontakan 1857, ummat Islam tidak memainkan peranan utama. Atas usaha-usahanya dan atas sikap setia yang ia tunjukkan terhadap Inggris. Sayyid Ahmad Khan akhirnya berhasil dalam merobah pandangan Ingris terhadap ummat Islam India. Dan sementara itu kepada ummat Islam ia anjurkan supaya jangan mengambil sikap melawan, tetapi sikap berteman dan bersahabat dengan inggris. Cita-citanya untuk menjalani hubungan baik antara inggris dan umat islam, agar demikian ummat islam dapat di tolong dari kemunduranya ,telah dapat di wujudkan di masa hidupnya.
2)  Sayid Ahmad Khan melihat bahwa ummat Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Peradaban Islam klasik telah hilang dan telah timbul peradaban baru di barat. Dasar peradaban baru ini ialah ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi modern adalah hasil pemikiran manusia. Oleh karena itu akal mendapat penghargaan tinggi bagi Sayyid Ahmad Khan. Tetapi sebagai orang Islam yang percaya kepada wahyu, ia berpendapat bahwa kekuatan akal bukan tidak terbatas. Karena ia percaya pada kekuatan dan kebebasan akal, sungguhpun mempunyai batas, ia percaya pada kebebasan dan kemerdekaan manusia dalam menentukan kehendak dan melakukan perbuatan Alam, Sayyid Ahmad Khan selanjutnya, berjalan dan beredar sesuai dengan hukum alam yang telah ditentukan Tuhan itu. Segalanya dalam alam terjadi menurut hukum sebab akibat. Tetapi wujud semuanya tergantung pada sebab pertama (Tuhan). Kalau ada sesuatu yang putus hubungannya dengan sebab pertama, maka wujud sesuatu itu akan lenyap.
3)   Ide pembaharuan dalam Bidang Sosial Keagamaan. Sejalan dengan ide-ide diatas, ia menolak faham Taklid bahkan tidak segan-segan menyerang faham ini. Sumber ajaran Islam menurut pendapatnya hanyalah Al Qur’an dan Al Hadist. Pendapat ulama’ di masa lampau tidak mengikat bagi ummat Islam dan diantara pendapat mereka ada yang tidak sesuai lagi dengan zaman modern. Pendapat serupa itu dapat ditinggalkan. Masyarakat manusia senantiasa mengalami perubahan dan oleh karena itu perlu diadakan ijtihad baru untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan suasana masyarakat yang berobah itu. Dalam mengadakan ijtihad, ijma’ dan qiyas baginya tidak merupakan sumber ajaran Islam yang bersifat absolute. Hadits juga tidak semuanya diterimanya karena ada hadits buat-buatan. Hadits dapat ia terima sebagai sumber hanya setelah diadakan penelitian yang seksama tentang keasliannya.
4) Yang menjadi dasar bagi system perkawinan dalam Islam, menurut pendapatnya, adalah system monogamy, dan bukan system poligami sebagaimana telah dijelaskan oleh ulama’-ulama’ dizaman itu. Poligami adalah pengecualian bagi system monogamy itu. Poligami tidak dianjurkan tetapi dibolehkan dalam kasus-kasus tertentu. Hukum pemotongan tangan bagi pencuri bukan suatu hukum yang wajib dilaksanakan, tetapi hanya merupakan hukum maksimal yang dijatuhkan dalam keadaan tertentu. Disamping hukum potong tangan terdapat hukum penjara bagi pencuri. Perbudakan yang disebut dalam Al Qur’an hanyalah terbatas pada hari-hari pertama dari perjuangan Islam. Sesudah jatuh dan menyerahnya kota Makkah, perbudakan tidak dibolehkan lagi dalam Islam. Tujuan sebenarnya dari do’a ialah merasakan kehadiran Tuhan, dengan lain kata do’a diperlukan untuk urusan spiritual dan ketenteraman jiwa. Faham bahwa tujuan do’a adalah meminta sesuatu dari Tuhan dan bahwa Tuhan mengabulkan permintaan itu, ia tolak. Kebanyakan do’a, demikian ia menjelaskan, tidak pernah dikabulkan Tuhan.
5)   Ide pembaharuan dalam Bidang Politik. Sayyid Ahmad Khan, berpendapat bahwa ummat Islam merupakan satu ummat yang tidak dapat membentuk suatu Negara dengan ummat Hindu. Ummat Islam harus mempunyai Negara tersendiri,. Bersatu dengan ummat Hindu dalam satu Negara akan membuat minoritas Islam yang rendah kemajuannya, akan lenyap dalam mayoritas ummat Hindu yang lebih tinggi kemajuannya.[8]
Inilah pokok-pokok pemikiran Sayyid Ahmad Khan mengenai pembaharuan dalam Islam. Ide-ide yang dimajukannya banyak persamaannya dengan pemikiran Muhammad Abduh di Mesir. Kedua pemuka pembaharuan ini sama-sama memberi penghargaan tinggi kepada akal manusia, sama-sama menganut faham Qadariyah, sama-sama percaya kepada hukum alam ciptaan Tuhan, sama-sama menentang taklid, dan sama-sama membuka pintu ijtihad yang dianggap tertutup oleh ummat Islam pada umumnya diwaktu itu.

b.   Gerakan Aligarh
Gerakan Aligarh didirikan oleh Ahmad Khan bertujuan melanjutkan ide-ide pembaharuannya. Inti gerakan ini merupakan respon terhadap kondisi masyarakat Islam  India yang sudah sangat terpuruk.
Sementara bagi kalangan Hindu pendirian gerakan Aligarh erat hubungannya dengan ketakutan umat Islam terhadap kebangkitan masyarakat Hindu. Sehingga ada pendapat yang menyatakan bahwa pendirian gerakan ini sesungguhnya  tidak relistik dan bersifat romantic.[9] Hubungan yang kurang baik di antara Hindu dan Islam hanya meliputi kelompok elit dan menengah, bukan masyarakat bawah.[10] Oleh sebab itu sikap curiga Ahmad Khan terhadap umat Hindu dianggap terlalu berlebihan.
Namun bagi pihak muslim  pendirian gerakan Aligarh tidaklah sesederhana hal di atas. Sebab permasalahan Hindu dan Muslim sudah ada semenjak lama, di mana banyak fakta membuktikan  bahwa Islam dan Hindu sukar sekali hidup bersama di dalam satu bangsa.
Gerakan ini berpusat di sekolah Muslim Anglo Oriental College (MAOC) yang didirikannya pada tahun 1878.[11] Pusat pendidikan ini  mengajarkan ilmu-ilmu keislaman (Islamic studies) dengan menggunakan metode barat.[12] Bahkan ada sebagian orang beranggapan bahwa gerakan ini adalah kelompok orang yang menyokong imprealis Barat.[13] Maka wajar jika sekolah ini mendapat banyak fasilitas dari Inggeris sehingga pada tahun 1920 sekolah  ini berubah menjadi Universitas Islam Aligarh dan berperan sebagai  pusat gerakan pembaharuan Islam di India.[14]
Nawab Muhsin al-Mulk atau Sayyid Mahdi Ali (1837-1907) adalah pelanjut pimpinan Gerakan Aligarh dalam mengembangkan  pembaharuan Sayyid Ahmad Khan. Namun tokoh ini bersifat lebih lembut sehingga dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat Islam, baik kelompok modernis maupun ulama Deoband yang selama ini tidak sejalan dengan pemikiran Sayyid Ahmad Khan. Pada akhirnya dia berhasil membentuk Liga Muslimin India pada tahun 1906.[15]
Tokoh berikutnya yang berperan dalam Gerakan Aligarh adalah Viqar al-Mulk (1841-1917) yang pada awalnya sangat sejalan dengan Ahmad Khan, khususnya dalam masalah kerjasama dengan Inggeris, namun kemudian berubah dan berupaya mengurangi pengaruh Inggeris dari MAOC.
Setelah itu ada beberapa nama lain yang berpengaruh terhadap Gerakan Aligarh seperti Chiragh Ali, Salah al-Din Khuda, Maulvi Nazir Ahmad, dan Muhammad Sibli Nu’mani (1875-1914). Namun setelah meninggalnya Ahmad Khan para pengikutnya sekurang-kurangnya dapat dibagi dua,  ada yang masih sejalan namun ada juga yang sudah meninggalkan beberapa prinsip pokok, seperti bekerjasama dengan penjajah Inggeris dan lebih dekat kepada pihak Islam, khususnya ulama Deoband.[16]

3.   Sayyid Amir Ali, Iqbal dan Jinnah
a.   Sayyid Amir Ali (1849- 1928: Syiah India
Nama  lengkapnya Amir Ali, Ia dilahirkan di India pada tanggal 6 April 1849.[17] Dia berasal dari keturunan Syi’ah yang pindah dari Khurazan bersama dengan Nahdhirsyah dan menetap di India pada tahun 1736 M.[18]
Semasa kecilnya Amir Ali terkenal sebagai anak yang pintar dan punya etos kerja yang tinggi. Keluarganya bekerja pada Istana raja Mughol dan Awadh dan kompeni India Timur. Syed Amir Ali memperoleh pendidikan di perguruan Tinggi Muhsiniyya Hooghl Calcutta. Kemudian beliau melanjutkan ke Universitas Aligarh dengan mempelajari Bahasa Arab, sastra dan hukum Ingrish. Setelah itu Amir Ali meneruskan pendidikannya di Ingrish pada tahun 1873 ia meraih gelar sarjana hukum.[19]
Amir Ali seorang yang luas pengetahuannya dan terkenal baik di timur maupun di Barat. Dia mengetahui Bahasa Arab dan Persia. Pada masa remajanya ia telah berhubungan dengan sastrawan Ingris sekaligus mendalami hasil-hasil karyanya dan telah membaca novel-novel Shakespeare, Firdausnya Halmilton dan roman Walter Scoott. Dia juga telah membaca buku Gibbon yang berisi sejarah jatuhnya Imperium Romawi. Setelah memperoleh kesarjanaannya dia kembali ke India dan bekerja pada berbagai lapangan penting. Ia menjadi guru besar dalam hukum Islam, pengacara, hukum, pelayan masyarakat, pegawai pemerintah Ingris, politikus, dan juga seorang penulis.[20]
Pokok-pokok Pikiran Sayyid Amir Ali tentang pembaruan Islam dapat diketahui dari bukunya The Spirit Of Islam sebagai berikut:
Pada bagian pertama dalam buku tersebut adalah menyangkut uraian apologi terhadap kehidupan Nabi Muhammad SAW, hal ini dilakukan untuk menunjukan  pada dunia Barat bahwa sifatsifat Nabi Muhammad itu tidak lain adalah manis, lemah lembut, satria, pemaaf serta belas kasih.[21]
Dengan sikap apologis yang di kumandangkan para pemikir Islam tersebut gunanya adalah mengajak umat Islam meninjau kembali kepada sejarah masa lampau untuk membuktikan bahwa agama Islam yang mereka anut bukanlah agama yang menyebabkan kemunduran dan menghambat kemajuan, akan tetapi sebaliknya. Amir Ali menguraikan mulai dari keadaan kota Mekkah pra Muhammad, kelahirannya, pengangakatannya sebagai rasul, hijrahnya, sampai pada pasca Muhammad seperti penggantinya dan Khalifah-khalifah sesudahnya.
Sedang pada bagian kedua pada buku tersebut ia mulai berbicara tentang Islam itu sendiri. Pada bab pertama Amir Ali berbicara tentang tauhid yaitu tentang keesaan Allah, tidak terwujud benda (materi), kuasa, penyayang dan maha pengasih.[22]
Pada bab kedua ia menjelaskan perihal peribadatan yang dilakukan umat Islam. Konsep sembahyang, puasa, membayar zakat dan naik haji. Dengan peribadatan sembahyang umat Islam mampu menguasai hasrat jiwa manusia untuk mencurahkan cintanya dan rasa syukurnya kepada Tuhan dan mewajibkan sembahyang itu dilakukan dalam waktu tertentu atau yang telah ditentukan. Untuk mencegah supaya pikiran jangan mengembara kepada soal-soal kebendaan, serta nilai sembahyang sebagai jalan untuk meninggikan moral dan mensucikan diri dan hati.
Sedangkan pada bab ketiga, Amir Ali berbicara tentang hari kiamat (hari berbangkit), yang harus dipercaya umat Islam. Di akhirat nanti tiap orang harus mempertanggung jawabkan segala perbuatannya di dunia ini. Kesenangan dan kesengsaraan seseorang bergantung pada perbuatannya dihidup pertama. Itulah kenyataan pokok yang harus diterima dalam Islam. Akan tetapi soal bentuk kesenangan dan kesengsaraan yang diperoleh nanti di akhirat umpamanya bukan menjadi soal pokok, perbedaan dalam hal ini boleh saja.[23] Namun ajaran mengenai akhirat ini amat besar arti dan pengaruhnya dalam mendorong manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan Jahat.
Dalam membahas soal perbudakan Syed Amir Ali, menerangkan bahwa sistem perbudakan sudah sejak lama dari zaman purba merata seluruh dunia. Bangsa Yahudi, Romawai dan Jerman pada masa lampau mengakui dan memakai sistem perbudakan. Agama Kristen, demikian selanjutnya ia menulis. Tidak membawa ajaran untuk mengahapus sistem perbudakan itu. Islam berlainan dengan agama-agama sebelumya, datang dengan ajaran untuk membebaskan budak. Budak harus diberikan kebebasan untuk membeli kemerdekaannya dengan upah yang ia peroleh. Budak harus pula diperlakukan dengan baik dan tidak boleh dibedakan dengan manusia lain. Dalam ajaran yang dibawa oleh Muhammad SAW, sistem perbudakan diterima sebagai suatu kenyataan yang terdapat dalam masyarakat dan dapat diterima hanya untuk sementara. Ajaran-ajaran mengenai perlakuan baik dan pembebasan terhadap budak. Pada akhirnya harus membawa kepada penghapusan sistem perbudakan dalam Islam.
Pada bab keempat Syed Amir Ali berbicara tentang semangat jihad, dan jihad menurut konsep Amir Ali ini berbeda dengan konsep jihad dari pemikir Islam lain. Jihad dalam konsepnya merupakan alternatif terakhir yang dilakukan oleh umat Islam, apabila kita diserang maka kita harus berperang atau mempertahankan diri.
Sedang pada bab kelima ia berbicara tentang kedudukan wanita dalam Islam. Menurutnya salah satu ajaran yang asasi dalam Islam ialah menghormati wanita. Rasulullah SAW sangat menghargai hak-hak wanita, ia memberikan kedudukan yang sama antara wanita dengan kaum pria dalam menjalankan segala kekuasaan hukum dan jabatan. Poligami dengan membatasi jumlah maksimum perkawinan dalam masa yang sama dan menciptakan peraturan yang seadil-adilnya mengenai semua kewajiban laki-laki. Amir Ali lebih lanjut mengatakan, hendaklah diingat kenyataan bahwa adanya poligami tergantung keadaan. Ada masa-masa keadaan-keadaan masyarakat. Dimana poligami itu sungguh-sungguh perlu untuk memelihara wanita dari kelaparan atau kemelaratan. Sedangkan pada keadaan tertentu poligami itu tidak diperbolehkan. Dalam masalah politik Amir Ali mengungkapkan bahwa inti sari politik Islam bisa dilihat dari piagam Madinah dan dalam pesan yang dikirim kepada orang kristen di Najran dan daerah-daerah tetangga setelah Islam berdiri di Jazirah Arab. Dokumen tersebut yang kemudian sebagian besar memberikan tuntunan bagi semua penguasa Islam dalam caranya memperlakukan rakyatnya yang bukan Islam. Jika mereka menyeleweng dari padanya dalam menetapkan suatu peristiwa, maka hal itu disebabkan oleh sifat penguasa yang bersangkutan. Sikap toleransi yang tinggi ini hanya ada dalam Islam, seperti sikap yang diberikan kepada pemeluk lain oleh Nabi Muhammad SAW, asal mereka tidak mengingkari janji dan menganggu, maka hak dan keselamatan mereka terjamin.
Dalam bab ilmu pengetahuan, Amir Ali mengemukakan bahwa kemunduran umat Islam terletak pada keadaan umat Islam yang menganggap pintu Ijtihad telah tertutup dan tidak dibolehkan lagi. Ia memberikan kedudukan yang tinggi terhadap akal, ia menguraikan bahwa kemajuan yang dicapai umat Islam dahulu karena mereka berpegang teguh kepada ajaran Nabi Muhammad dan berusaha keras melaksanakannya.
Dalam uraiannya mengenai pemikiran dan filsafat dalam Islam, Syed Amir Ali menjelaskan bahwa jiwa yang terdapat dalam Al-Qur’an bukanlah jiwa fatalisme, tetapi jiwa kebebasan manusia dalam berbuat. Dengan jelas ia mengungkapkan bahwa sebenarnya Islam bukan dijiwai oleh paham Jabariah akan tetapi qodriyyah, yaitu faham kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan (free  will and free act). Paham inilah yang menimbulkan peradaban Islam zaman klasik. Kaum mu’tazilah mempunyai pengaruh yang penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan.[24]

b.   Muhammad Iqbal (1877-1938): Penyatu Dua KUtub Pemikiran
Muhammad Iqbal dilahirkan di Sialkot pada tanggal 9 November 1877. Dia seorang sasterawan, filosof, politikus dan pemikir Islam yang mampu memadukan metode pemikiran barat dengan perenungan timur.[25] Keberadaannya mendominasi kancah pemikiran dan politik Islam di India pada abad ke 20, menggantikan kedudukan Ahmad Khan pada abad sebelumnya.[26]
Dia berasal dari keluarga kelas menengah di Punjab kemudian belajar sampai ke peringkat Master di Lahore. Di kota ini dia bertemu dengan Thomas Arnold, seorang orientalis yang mendorongnya untuk belajar ke Inggeris. Tahun 1905 Iqbal melanjutkan studinya  di Cambridge untuk mendalami Filsafat. Kemudian pindah ke Munich, Jerman menulis Desertasi berjudul The Development of Metaphysics in Persia.[27]
Tahun 1908 dia kembali ke Lahore bekerja sebagai seorang lawyer dan dosen filsafat di beberapa universitas. Hasil dari kuliah filsafatnya pada akhirnya  menjadi buku  sangat terkenal “The Recontruction of Religious Thought in Islam” yang membahas masalah keagamaan seperti Tuhan, kenabian, hukum, filsafat, tasawuf dan lainnya dengan pendekatan modern dan sangat sistematik.[28]
Inti dari pemikiran pembaharuan Iqbal juga tidak jauh berbeda dengan tokoh-tokoh lain di India  khususnya dalam meresponi kondisi masyarakat yang zuhud dan tertinggal. Selain itu dia juga menolak pemahaman dan pengamalan yang salah tentang konsep zuhud dalam ajaran tasawuf yang menjadi satu penyebab kemunduran umat Islam.[29]
Pemikiran Muhammad Iqbal tentang pembaruan Islam adalah sebagai berikut:
1)   Ijtihad mempunyai kedudukan penting dalam pembaruan Islam dan pintu ijtihad tetap terbuka.
2)   Umat Islam perlu mengembangkan sikap dinamisme. Dalam syiarnya, ia mendorong umat Islam untuk bergerak dan jangan tinggal diam. 
3)   Kemunduran umat Islam disebabkan oleh kebekuan dan kejumudan dalam berpikir.
4)   Hukum Islam tidak bersifat statis, tetapi dapat berkembang sesuai per- kembangan zaman.
5)   Umat Islam harus menguasai sains dan teknologi yang dimiliki Barat.
6) Perhatian umat Islam terhadap zuhud menyebabkan kurangnya perhatian terhadap masalah-masalah keduniaan dan sosial kemasyarakatan. 

c.   Muhammad Ali Jinnah (1876-1948): Bapak Pakistan
Tokoh yang sezaman dengan Iqbal adalah  Muhammad Ali Jinnah (selanjutnya disebut dengan Jinnah), anak seorang saudagar yang lahir di Karachi pada tanggal 25 Desember 1876. Semenjak masa remaja dia telah meninggalkan India menuju London untuk melanjutkan studi di bidang Hukum dan menjadi pengacara sukses.
Jinnah mulai memasuki dunia politik pada tahun 1906, kemudian bergabung dengan Indian National Congress di bawah bimbingan Dadabhai Naoroji. Pada tahun 1910 dia terpilih menjadi ahli Viceroy’s Legislative Council mewakili masyarakat Muslim Bombay.
Berbeda  dengan tokoh pergerakan Islam sebelum dan sezamannya yang biasanya melalui pendidikan Islam tradisional, Jinnah justeru melalui semua pendidikan di sekolah secular. Maka ada sebagian  pendapat menyatakan  bahwa Jinnah pada awalnya tidak lebih dari  seorang nasionalis moderat yang tidak memiliki keterikatan apapun dengan gerakan Islam.[30] Maka wajar jika  pada awalnya dia tidak menolak konsep satu Negara yang dicadangkan masyarakat Hindu dan nasionalis Muslim. Sesudah tahun 1913 barulah Jinnah lebih dekat kepada kepentingan Islam dan mendukung berdirinya Negara Islam Pakistan.[31]
Perubahan pada diri Jinnah terjadi pada April tahun 1913 saat mengunjungi London dan bertemu dengan Maulana Muhammad Ali dan Syed Wazir Hasan. Kedua tokoh ini meminta Jinnah untuk bergabung dengan Liga Muslim.[32]
Ide tentang negara Islam Pakistan sudah mulai ditiupkan oleh Shah Waliullah, lalu dimunculkan oleh Ahmad Khan, dan dikumandangkan oleh Iqbal, akan tetapi Jinnah sesungguhnya orang yang merealisasikannya.[33] Artinya, Jinnah mampu merealisasikan ide-ide tokoh sebelumnya ke alam nyata. Dia lebih cenderung kepada praktisi bukan pemikir.
Walaupun tidak banyak mengeluarkan filsafat dan pemikiran seperti Iqbal, akan tetapi perannya dalam membangun negara Islam Pakistan tidak dapat diingkari. Pada sisi lain perannya mewujudkan negara Islam adalah bukti bahwa  dia tetap berasusmsi Islam sebagai agama yang sempurna, bukan hanya mengatur permasalahan ibadah, akan tetapi juga negara.
Pada hakikatnya pendirian  negara Islam Pakistan yang merdeka  tanggal 15 Agustus 1947[34]  adalah klimaks dari perjuangan umat Islam di India untuk memiliki negara sendiri yang didasari keyakinan bahwa Hindu dan Muslim di India sesungguhnya tidak mungkin dapat bersatu. Karena agama, budaya dan adat yang berbeda akan menjadi penghalang perpaduan bangsa di masa akan datang seperti telah diramalkan oleh Shah Waliullah, Ahmad Khan dan Iqbal.[35]
Kenyataan ini ternyata terbukti dengan berbagai konfik yang terjadi di antara umat Islam dengan umat Hindu, seperti peristiwa bulan May 1923 di Calcuta, Juli 1924 di Bakrid dan Gulburga dan 2 April 1926 di Calcuta yang meninggalkan banyak korban. Bahkan di tahun 1927 saja ada lebih kurang 31 kasus pertumpahan darah.[36]
Penyebab konflik sudah sangat beragam, dari masalah sejarah, politik, agama, bahkan yang terakhir disebabkan oleh masalah ekonomi. Karena  dari aspek terakhir ini umat Islam berada pada tingkatan yang lebih rendah dibandingkan masyarakat Hindu.[37] Namun yang jelas benih konflik itu sudah wujud semenjak awal, dan peristiwa mutini tahun 1857 merupakan salah satu puncaknya.[38]

4.   Abdul Kalam Azad dan Nasionalisme India
a.   Biografi Abdul Kalam Azad
Maulana Abdul Kalam Azad dilahirkan di Mekkah, pada tanggal 11 November 1888. Orang tua Abdul Kalam Azad adalah seorang ulama dan pemimpin yang pindah ke Mekkah setelah gagalnya pemberontakan tahun 1857. Maulana Abdul Kalam Azad beruntung mendapat kesempatan dibesarkan dalam lingkungan yang sangat Islami. Ayahnya, yaitu Maulana Muhammad Khairuddin adalah seorang ulama terkemuka, yang menulis banyak buku dalam bahasa Arab dan Persia akhirnya  menjadi rujukan ribuan mahasiswa dari segala penjuru India. Setelah pecah perlawanan terhadap penjajah Inggris pada tahun 1857, ayah Abdul Kalam Azad mengungsi ke Arab saudi dan tinggal di Mekkah, meninggalkan kota asalnya, Delhi bersama ribuan orang lainnya. Dalam usia masih muda yakni usia 24 tahun, pada tahun 1912 Abdul Kalam Azad membuat suatu majalah di Kalkuta yang bernama Al-Hilal sebuah majalah mingguan berbahasa Urdu. Penerbitan mingguan ini sebenarnya terinspirasi oleh majalah Al-Urwah-al-Wustsqa yang diterbitkan oleh Jamaluddin Al-Afghani.[39]
Hingga periode akhir masa remajanya ia terus mempertimbangkan apa yang akan ia geluti dalam kehidupannya. Yang menjadi fokus utama pemikirannya adalah masa depan Islam dan bagaimana ia dapat membantu saudara- saudaranya yang seaqidah. Didikan pertama diperolehnya di Mekkah dan didikan selanjutnya di Al-Azhar Kairo. Setelah orang tuanya meninggal ia pergi ke India dan menetap di sana untuk selama-laman. Dari semenjak muda ia telah menggabungkan diri dengan Partai Kongres. Aktivitasnya dalam lapangan politik menyebabkan ia beberapa kali ditangkap dan dipenjarakan. Pada tahun 1923, dalam usia 35 tahun, ia dipilih sebagai Presiden Partai Kongres. Tujuh belas tahun kemudian, pada tahun 1940, ia dipilih untuk kedua kalinya menjadi Presiden. Selama hidupnya ia selalu memegang jabatan penting di partai Kongres, dan hari Pendidikan Nasional India yang diperingati secara tahunan, memperingati peringatan hari kelahiran Maulana Abdul Kalam Azad, menteri pendidikan pertama India ketika India merdeka, yang menjabat dari 15 Agustus 1947 sampai 2 Februari 1958. Hari Pendidikan Nasional India dirayakan pada 11 November setiap tahun di India. Abdul Kalam azad meninggal dunia di New Delhi pada 22 februari tahun 1958.

b.   Pemikiran Politik Abdul Kalam Azad 
Kunci utama untuk memahami seorang Abdul Kalam Azad secara personal adalah bahwa ia merupakan  seorang muslim India. Ia berada di tengah-tengah umat Islam dan umat Hindu di India dan tampaknya ada dua kekuatan ganda  berada dalam Islam (“kepatuhan”) sebelum Tuhan bukan berarti Tuhan untuk di tolak dalam hubungan nasionalisme manusia. Bahkan hal ini adalah dasar ajaran dari politik nasionalis. Pemikiran Abdul Kalam Azad dalam lapangan pembaharuan Islam kurang menonjol jika dibandingkan dengan kegiatannya dalam bidang politik. Menurut Abdul Kalam Azad, kemunduran umat Islam selain disebabkan oleh dogmatisme dan sikap taklid, juga disebabkan oleh keadaan umat Islam tidak lagi seluruhnya menjalankan ajaran-ajaran Islam secara utuh. Kebangkitan umat Islam dapat diwujudkan dengan melepaskan diri paham-paham asing, juga dengan melaksanakan ajaran Islam dalam segala bidang kehidupan umat. Kekuatan umat Islam akan timbul kembali dengan memperkuat tali persaudaraan dan persatuan umat Islam seluruh dunia.[40]

c.   Ide Abdul Kalam Azad dalam Nasionalisme di India
Ditengah penjajahan Inggris di India, muncul para tokoh yang berjuang untuk kemerdekaan India. Diantaranya adalah munculnya sejumlah pemikir muslim yang memperjuangkan kemajuan umat Islam melalui pemurnian, pembaharuan pemikiran dan berbagai gagasan untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Dari sejumlah pemikir yang ada, Abdul Kalam Azad adalah salah satunya. Pada tahun 1920, Abdul Kalam Azad dibebaskan dari penjara  menandai titik balik kehidupannya. Sejak itulah pandangan Abdul Kalam Azad berubah 180 derajat, sehingga masa depan kaum muslim seolah-olah tidak lagi menjadi urusannya. Ia tidak lagi menaruh minat pada perjuangan membentuk masyarakat Islam sejati di India, tetapi justru menganjurkan persatuan Hindu-Muslim demi tujuan nasionalisme sekuler. 
Pada mulanya Abdul Kalam Azad dipengaruhi oleh ide-ide pembaharuan Jamaluddin Al Afgani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, pemikiran tentang Pan Islamisme ia tinggalkan dan membelok kepada Nasionalisme. Menurut Abdul Kalam Azad, antara Islam dan Nasionalisme tidak ada pertentangan oleh karena itu ia juga menentang keras gerakan Aligarh yang menggaungkan anti nasionalisme. Ia juga berpendapat rasa takut umat Islam terhadap mayoritas Hindu tidak mempunyai dasar, jika umat Islam tetap ingin hidup dan tinggal di India maka ia harus menjadikan umat Hindu sebagai tetangga dan saudara yang saling berdampingan. Tetapi jika umat Islam tetap berada di bawah jajahan Inggris, maka ajaran Islam tidak memperbolehkan untuk mengorbankan kemerdekaan, untuk kesenangan hidup. 
Telah dilihat bahwa banyak di antara umat Islam yang tidak sepaham dengan Abdul Kalam Azad tentang ide nasionalisme India dan politik bersatu dengan mayoritas umat Hindu dalam satu negara. Untuk menghadapi umat Islam dan organisasi Islam menentang ide dan politik tersebut, Abdul Kalam Azad melihat perlunya kekuataan Islam. Pada tahun 1929 dibentuklah Kelompok Nasionalis Islam dalam Partai Kongres, yang diketuai oleh Abdul Kalam Azad sendiri. Tujuan kelompok ialah membangkitkan jiwa patriotisme di kalangan umat Islam India dan mencari penyelesaian tentang perbedaan paham dalam tujuan umat Islam dan umat Hindu. Perjuangannya untuk kemerdekaan India ia lakukan dengan kendaraan politiknya yaitu Partai Kongres. Pasca meninggalnya tokoh partai Kongres, Ansari pada tahun 1936, Abdul Kalam Azad menjadi tokoh muslim paling berpengaruh di partai tersebut. Sehingga pada tahun 1939 akhirnya Abdul Kalam Azad terpilih sebagai presiden partai Kongres. [41]

C.  Kesimpulan
India memiliki posisi penting  dalam sejarah peradaban dan pembaharuan pemikiran di dalam Islam. Benih yang ditanam Syah Waliullah kemudian dipupuk dan dikembangkan oleh para penerusnya. Kondisi politik dan sosial pada waktu itu membuat setiap tokoh memiliki cara tersendiri untuk menghidupkan api Islam di tanah Indus. Maka  kenyataan ril pada waktu itu harus dijadikan bahan utama dalam memberikan penilaian terhadap pemikiran setiap tokoh yang telah berijtihad. Pemahaman seperti ini diharapkan dapat menjadi input terhadap perumusan konsep pembaharuan dalam Islam di masa kini dan akan datang.
  

Demikian artikel tentang Pembaharuan Pemikiran Islam di India / Pakistan, semoga berkah dan bermanfaat. Salam cerdas…..

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Pembaharuan Pemikiran Islam di India / Pakistan"

Post a Comment