Salam cerdas…..
a. Pengertian
Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri. Sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Di samping itu kata “pondok” mungkin juga berasal dari bahasa Arab funduq yang berarti hotel atau asrama.
Istilah “pesantren” diambil dari kata “santri” mendapat penambahan “pe” di depan dan “an” di akhir, dalam bahasa Indonesia berarti tempat tinggal santri, tempat dimana para pelajar mengikuti pelajaran Agama. Istilah ‘santri” diambil dari kata shastri (Castri = India), dalam bahasa Sansekerta bermakna orang yang mengetahui kitab suci Hindu. Pada perkembangannya, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang dibuat pada awalnya seperti rumah yang dikhususkan untuk kegiatan santri belajar.
b. Tradisi Keilmuan
Pertumbuhan dan perkembangan pondok pesantren tidak terlepas dari hubungan dengan sejarah masuknya Islam di Indonesia. Pendidikan Islam di Indonesia bermula ketika orang-orang yang masuk Islam ingin mengetahui lebih banyak isi ajaran agama yang baru dipeluknya, baik mengenai tata cara beribadah, baca Al-Qur’an, dan mengetahui Islam yang lebih luas dan mendalam. Mereka ini belajar di rumah, surau, langgar atau masjid. Di tempat-tempat inilah orang-orang yang baru masuk Islam dan anak-anak mereka belajar membaca Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama lainnya, secara individual dan langsung. Dalam perkembangannya untuk lebih mendalam ilmu agama telah mendorong tumbuhnya pesantren yang merupakan tempat untuk melanjutkan belajar agama setelah tamat belajar di surau, langgar atau masjid. Model pendidikan pesantren ini berkembang di seluruh Indonesia dengan nama dan corak yang sangat bervariasi. Di Jawa disebut pondok pesantren, di Aceh dikenal rangkang, di Sumatera Barat dikenal Surau, nama sekarang yang dikenal umum adalah pondok pesantren. Menurut Zamaksyari Dofier ada lima unsur pokok pesantren: Kiai, Santri, Masjid, pondok dan pengajaran kitab-kitab klasik.
Pondok pesantren di Indonesia mulai tercatat keberadaan dan perkembangannya mulai abad ke-16. Karya-karya jawab klasik seperti Serat Cabolek dan Serat Cenini mengungkapkan uraian yang menjadi bukti adanya lembaga-lembaga yang mengajarkan berbagai kitab Islam klasik dalam bidang fikih, tasawuf, dan menjadi pusat-pusat penyiaran agama Islam yaitu pondok pesantren. Berdasarkan hasil pendataan yang dilaksanakan oleh Departemen Agama pada ahun 1984-1985 diperoleh keterangan bahwa pesantren tertua didirikan pada tahun 1062 di Pemekasan Madura, dengan nama pesantren Jan Tampes II. Akan tetapi hal ini juga diragukan, karena tentunya ada pesantren Jan Tampes I yang lebih tua.
Pendapat lain mengatakan bahwa pesantren telah tumbuh sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, sementara yang lain berpendapat bahwa pesantren baru muncul pada masa Walisongo dan Maulana Malik Ibrahim dipandang sebagai orang pertama mendirikan pesantren. Apabila ditelusuri sejarah pendidikan di Jawa, sebelum datangnya agama Islam telah ada lembaga pendidikan Jawa Kuno yang praktik kependidikannya sama dengan pesantren. Lembaga pendidikan Jawa Kuno itu bernama pawiyatan, di lembaga tersebut tinggal Ki Hajar dengan Cantrik. Ki Hajar orang yang mengajar dan Cantrik orang yang diajar. Kedua kelompok ini tinggal di satu komplek dan di sini terjadilah proses belajar mengajar.
Sugarda Poerbakawatja telah meneliti bahwa pesantren lebih mirip lembaga pendidikan Hindu ketimbang pendidikan Arab, karena memang awalnya lembaga ini merupakan lembaga pendidikan agama Hindu. Hanya saja filosofinya dirubah ketika masyarakat Islam mulai menguasai lembaga pendidikan ini.
Dengan masuknya Islam, maka sekaligus diperlukan sarana pendidikan, tentu saja model pawiyatan ini dijadikan acuan dengan mengubah sistem yang ada ke sistem pendidikan Islam. Inti dari pesantren itu adalah pendidikan ilmu agama, dan sikap beragama. Karenanya mata pelajaran yang diajarkan semata-mata pelajaran agama. Pada tingkat dasar anak didik baru diperkenalkan tentang dasar agama, dan Al-Qur’an Al-Karim. Setelah berlangsung beberapa lama pada saat anak didik telah memiliki kecerdasan tertentu, maka mulailah diajarkan kitab-kitab klasik. Kitab-kitab klasik ini juga diklasifikasikan kepada tingkat dasar, menengah dan tinggi. Mahmud Yunus membagi pesantren pada tahap-tahap awal iru kepada empat tingkatan, yaitu: tingkat dasar, menengah, tinggi, dan takhassun. Sejak awal pertumbuhannya, fungsi utama pondok pesantren adalah: (1) menyiapkan santri mendalami dan menguasai ilmu agama Islam atau lebih dikenal dengan tafaqquh fiddin, yang diharapkan dapat mencetak kader-kader ulama dan turut mencerdaskan masyarakat Islam. Kemudian diikuti dengan tugas (2) dakwah menyebarkan agama Islam dan (3) benteng pertahanan mata dalam bidang akhlak. Sejalan dengan fungsi hal ini, materi yang diajarkan dalam pondok pesantren semuanya terdiri dari materi agama yang diambil dari kitab-kitab klasik yang berbahasa Arab.
Setelah datangnya kaum penjajah Barat (Belanda), peranan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam semakin kokoh pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang reaksional terhadap penjajah. Karena itu, di zaman Belanda sangat kontras sekali pendidikan di pesantren dengan pendidikan di sekolah-sekolah umum. Pesantren semata-mata mengajarkan ilmu-ilmu agama sekali tidak semata-mata mengajarkan ilmu-ilmu agama lewat kitab-kitab klasik, sedangkan sekolah umum Belanda sama sekali tidak mengajar pendidikan agama. Sistem pendidikan pesantren metode, sarana fasilitas serta yang lainya masuk sekolah umum yang dikelola oleh pemerintah Kolonial Belanda, Non Klasikal, metodenya sorongan, watonan hafalan.
Kemudian, mengikuti hipotesa Steenbrink (1986) yang mengatakan bahwa sejak permulaan abad ke-20 telah terjadi perubahan besar dalam pendidikan Islam Indonesia atau pesantren. Perbahan, atau lebih tepatnya pergeseran, ini terjadi karena beberapa faktor. pertama, kolonialisme dan sistem pendidikan liberal. Propaganda sistem pendidikan liberal yang diusung Belanda tentu saja berdampak pada sistem pendidikan pesantren. Kedua, orientasi keilmuan pendidikan pesantren. Tidak seperti pada abad ke XVI-XVIII, orientasi keilmiah pesantren abad XX tidak lagi terpusat ke Hijaz melainkan merambah ke wilayah Timur Tengah lainnya, semisalnya Mesir, Baghdad, atau bahkan ke Eropa. Ketiga, munculnya gerakan pembaharuan di dunia Islam, yang mengkritik eksistensi pesantren yang dikatakan sebagai lembaga pendidikan yang masih terbelakang hanya mengajarkan ilmu agama saja.
Dalam perkembangan berikutnya pesantren mengalami dinamika, kemampuan dan kesediaan pesantren untuk mengadopsi nilai-nilai baru akibat modernisasi, menjadi pesantren berkembang dari yang tradisional ke moderatan. Karena itu hingga saat sekarang pesantren tersebut dibagi dua secara garis besar. Pertama pesantren salafi dan yang kedua khalafi. Pesantren salafi adalah pesantren yang masih terikat dengan sistem dan pola lama, sedangkan pesantren khalafi adalah pesantren yang telah menerima unsur-unsur pembaruan.
Walaupun pada masa penjajahan, pondok pesantren mendapat tekanan dari pemerintah colonial Belanda, pondok pesantren masih bertahan terus dan tetap tegak berdiri, walaupun sebagian besar berada daerah pedesaan. Peranan mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa tetap diembannya telah banyak kader-kader bangsa dan tokoh-tokoh perjuangan nasional dilahirkan oleh pesantren. Bahkan pada masa masa perjuangan kemerdekaan, banyak tokoh pejuang dan pahlawan-pahlawan kemerdekaan yang berasal dari pesantren. Demikian besar peran pesantren dalam melahirkan tokoh agama, ulama dan intelektual muslim sampai saat ini.
No comments:
Post a Comment