Pages

Monday, January 16, 2017

Bangun dan Bangkitlah Wahai Pejuang Islam, Materi PAI Kelas 11 SMA

Salam cerdas…..

Membuka Relung Hati

Saat ini diperkirakan terdapat antara 1.250 juta hingga 1,4 miliar umat Islam yang tersebar di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, sekitar 18% hidup di negara-negara Arab, 20% di Afrika, 20% di Asia Tenggara, 30% di Asia Selatan yakni Pakistan, India dan Bangladesh. Populasi muslim terbesar dalam satu negara dapat dijumpai di Indonesia. Populasi muslim juga dapat ditemukan dalam jumlah yang signifikan di Republik Rakyat Cina, Amerika Serikat, Eropa, Asia Tengah, dan Rusia.

Pertumbuhan umat Islam sendiri diyakini mencapai 2,9% per tahun, sementara pertumbuhan penduduk dunia hanya mencapai 2,3%. Besaran ini menjadikan Islam sebagai agama dengan pertumbuhan pemeluk yang tergolong cepat di dunia. Beberapa pendapat menghubungkan pertumbuhan ini dengan tingginya angka kelahiran di banyak negara Islam (enam dari sepuluh negara di dunia dengan angka kelahiran tertinggi di dunia adalah negara dengan mayoritas muslim. Namun belum lama ini, sebuah studi demografi telah menyatakan bahwa angka kelahiran di negara muslim menurun hingga ke tingkat negara Barat.

Perkembangan penduduk muslim yang cukup signifikan tentu saja berpengaruh terhadap perilaku umat Islam itu sendiri. Pada zaman Rasulullah saw., umat Islam masih sedikit dan oleh karena itu penanganannya juga tidak serumit saat ini. Berbagai macam kelompok muslim yang satu sama lain memiliki persepsi tentang Islam, menjadikan Islam berwarna-warni. Sepanjang masih saling menghargai dan toleransi antara intern agama, Islam insya Allah akan berkembang pesat dengan baik. Akan tetapi, apabila setiap kelompok mengklaim bahwa kelompoknyalah yang paling benar, inilah awal dari kehancuran. Berdasarkan analisis tersebut, kita sebagai pemeluk Islam harus waspada dan terus belajar tentang Islam secara kaffah sehingga akhirnya kita menjadi orang Islam yang arif lagi bijaksana.

Mengkritisi Sekitar Kita

Islam adalah agama yang memberi kebebasan kepada umatnya untuk mengekspresikan diri asalkan sesuai dengan kaidah ajaran Islam dan sejalan dengan tujuan penciptanya, yakni untuk beribadah kepada Allah Swt. Perjalanan sejarah umat Islam telah membuktikan bahwa setiap saat ada umat yang senantiasa berposisi sebagai pemberi motivasi atau pembaru bagi masyarakat.

A.  Islam Masa Modern (1800 – sekarang)

Islam pada periode ini dikenal dengan era kebangkitan umat Islam. Kebangkitan umat Islam disebabkan oleh adanya benturan antara kekuatan Islam dengan kekuatan Eropa. Benturan itu menyadarkan umat Islam bahwa sudah cukup jauh tertinggal dengan Eropa. Hal ini dirasakan sekali oleh Kerajaan Turki Usmani yang langsung menghadapi kekuatan Eropa yang pertama kali. Kesadaran tersebut membuat penguasa dan pejuang-pejuang Turki tergugah untuk belajar dari Eropa. Guna pemulihan kembali kekuatan Islam, Kerajaan Turki mengadakan suatu gerakan pembaharuan dengan mengevaluasi yang menjadi penyebab mundurnya Islam dan mencari ide-ide pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat.

Benih pembaharuan dunia Islam sesungguhnya telah muncul sekitar abad XIII M. ketika dunia Islam mengalami kemunduran di berbagai bidang. Saat itu pula lahirlah Taqiyudin Ibnu Taimiyah, seorang muslim yang sangat peduli terhadap nasib umat Islam dengan mendapat dukungan muridnya Ibnu Qoyyim al Jauziyah (691‒751). Mereka ingin mengembalikan pemahaman keagamaan umat Islam kepada pemahaman dan pengamalan Rasulullah saw.

Gerakan salaf ini kemudian menjadi ciri gerakan pembaharuan dalam dunia Islam yang mempunyai ciri sebagai berikut:

1. Memberi ruang dan peluang ijtihad di dalam berbagai kajian keagamaan yang berkaitan dengan muamalah duniawiyah.
2.   Tidak terikat secara mutlak dengan pendapat ulama-ulama terdahulu.
3.  Memerangi orang-orang yang menyimpang dari aqidah kaum salaf seperti kemusyrikan, khurafat, bid’ah, taqlid, dan tawasul.
4.   Kembali kepada al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber utama ajaran Islam.

Secara garis besar isi pemikiran Ibnu Taimiyah dan  Ibnu Qoyyim  antara lain mengadakan pembaharuan dalam bidang agama, sosial, dan ekonomi, memberantas takhayul dan bid’ah yang masuk ke dalam ajaran Islam, menghilangkan paham fatalisme yang terdapat di kalangan umat Islam, menghilangkan paham salah yang dibawa oleh tarekat tasawuf, meningkatkan mutu pendidikan dan membela umat Islam terhadap permainan politik negara Barat.

Selanjutnya, ide-ide cemerlang Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qoyyim dan yang lainnya dilanjutkan oleh tokoh-tokoh muda yang lahir pada abad ke-18. Mereka meyakini bahwa umat Islam sudah tertinggal jauh dibandingkan dunia Barat. Umat Islam masih berkutat pada hal-hal yang tidak rasional seperti bid’ah, khurāfat, dan tahayyul. Satu-satunya jalan umat Islam harus bangkit dari kebodohan itu. Maka, lahirlah tokoh-tokoh pembaharu Islam.

B.  Tokoh-Tokoh Pembaharuan Dunia Islam Masa Modern

Tokoh-tokoh yang memelopori gerakan pembaharuan dunia Islam, antara lain: Muhammad bin Abdul Wahab, Syah Waliyullah, Muhammad Ali Pasya, Al- Tahtawi, Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Rida, Sayyid Ahmad Khan, dan Sultan Mahmud II.

1.   Muhammad bin Abdul Wahab
Di Arabia timbul suatu aliran Wahabiyah, yang mempunyai pengaruh pada pemikiran pembaharuan di abad ke-19. Pencetusnya ialah Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787) yang lahir di Uyainah, Nejd, Arab Saudi. Setelah menyelesaikan pelajarannya di Madinah ia pergi merantau ke Basrah dan tinggal di kota ini selama empat tahun. Selanjutnya ia pindah ke Bagdad dan di sini ia menikah dengan seorang wanita kaya. Lima tahun kemudian, setelah istrinya meninggal dunia, ia pindah ke Kurdistan, selanjutnya ke Hamdan, dan ke Isfahan. Di Kota Isfahan, ia sempat mempelajari filsafat dan tasawuf. Setelah bertahun-tahun merantau, ia akhirnya kembali ke tempat kelahirannya di Nejed.

Pemikiran yang dicetuskan Muhammad bin Abd Wahab untuk memperbaiki kedudukan umat Islam timbul bukan sebagai reaksi terhadap suasana politik seperti yang terdapat di Kerajaan Utsmani dan Kerajaan Mughal, tetapi sebagai reaksi terhadap paham tauhid yang terdapat di kalangan umat Islam di waktu itu. Kemurnian paham tauhid mereka telah dirusak oleh ajaran-ajaran tarekat yang semenjak abad ketiga belas memang tersebar luas di dunia Islam. 

Soal tauhid memang merupakan ajaran paling dasar dalam Islam. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau Muhammad bin Abd Wahhab memusatkan perhatian pada soal ini. Ia berpendapat seperti berikut:

a.   Yang boleh dan harus disembah hanyalah Allah Swt., dan orang yang menyembah selain Allah Swt. telah menjadi musyrik dan boleh dibunuh.
b. Kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut paham tauhid yang sebenarnya karena mereka meminta pertolongan bukan lagi dari Allah, tetapi dari syekh atau wali dari kekuatan gaib. Orang Islam demikian juga telah menjadi musyrik.
c.   Menyebut nama nabi, syekh, atau malaikat sebagai perantara dalam doa juga merupakan syirik.
d.   Meminta syafa’at selain dari kepada Allah Swt. adalah juga syirik.
e.   Bernazar kepada selain dari Allah Swt. juga syirik.
f.    Memperoleh pengetahuan selain dari al-Qur’an, hadis dan qias (analogi) merupakan kekufuran.
g.   Tidak percaya kepada qada dan qadar Allah Swt. juga merupakan kekufuran.
h.   Demikian pula menafsirkan al-Qur’an dengan ta’wil (interpretasi bebas) adalah kufur.

Pemikiran-pemikiran Muhammad bin Abd Wahhab yang mempunyai pengaruh pada perkembangan pemikiran pembaharuan di abad ke-19 antara lain seperti berikut:

a.   Hanya al-Qur’an dan hadislah yang merupakan sumber asli dari ajaran-ajaran Islam. Pendapat ulama tidak merupakan sumber.
b.   Taklid kepada ulama tidak dibenarkan.
c.   Pintu ijtihad terbuka dan tidak tertutup.

2.   Syah Waliyullah
Syah Waliyullah dilahirkan di Delhi pada tanggal 21 Februari 1703 M. Ia mendapatkan pendidikan dari orang tuanya, Syah Abd Rahim, seorang sufi dan ulama yang memiliki madrasah. Setelah dewasa, ia kemudian turut mengajar di madrasah itu. Selanjutnya, ia pergi naik haji  dan selama satu tahun di Hejaz ia sempat belajar pada ulama-ulama yang ada di Mekkah dan Madinah. Ia kembali ke Delhi pada tahun 1732 dan meneruskan pekerjaannya yang lama sebagai guru. Di samping itu, ia gemar menulis buku dan banyak meninggalkan karya-karyanya, di antaranya buku Hujjatullah Al-Baligah dan Fuyun Al-Haramain.

Di antara penyebab yang membawa kepada kelemahan dan kemunduran umat Islam menurut pemikirannya adalah sebagai berikut:

a.   Terjadinya perubahan sistem pemerintahan Islam dari sistem kekhalifahan menjadi sistem kerajaan.
b.   Sistem demokrasi yang ada dalam kekhalifahan diganti dengan sistem monarki absolut.
c.  Perpecahan di kalangan umat Islam yang disebabkan oleh berbagai pertentangan aliran dalam Islam.
d.   Adat istiadat dan ajaran bukan Islam masuk ke dalam keyakinan umat Islam.

Di zaman Syah Waliyullah, penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa asing masih dianggap terlarang. Tetapi, ia melihat bahwa orang di India membaca al-Qur’an dengan tidak mengerti isinya. Pembacaan tanpa pengertian tak besar faedahnya untuk kehidupan duniawi mereka. Ia melihat perlu al-Qur’an diterjemahkan ke dalam bahasa yang dapat dipahami orang awam. Bahasa yang dipilihnya ialah bahasa Persia yang banyak dipakai di kalangan terpelajar Islam India di ketika itu. Penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Persia disempurnakan Syah Waliyullah di tahun 1758. Terjemahan itu pada mulanya mendapat tantangan, tetapi lambat laun dapat juga diterima oleh masyarakat. Karena masyarakat telah mau menerima terjemahan, putranya kemudian membuat terjemahan ke dalam bahasa Urdu, bahasa yang lebih umum dipakai oleh masyarakat Islam India daripada bahasa Persia.

3.   Muhammad Ali Pasya
Muhammad Ali Pasya lahir di Kawala, Yunani pada tahun 1765 M adalah seorang keturunan Turki dan meninggal di Mesir pada tahun 1849 M. Sebagaimana raja-raja Islam lainnya, Muhammad Ali juga mementingkan soal yang bersangkutan dengan militer. Ia yakin bahwa kekuasaannya hanya dapat dipertahankan dan diperbesar dengan kekuatan militer. Di samping itu, ia mengerti bahwa di belakang kekuatan militer mesti ada kekuatan ekonomi yang sanggup membelanjai pembaharuan dalam bidang militer, dan bidang-bidang yang bersangkutan dengan urusan militer. Jadi, ada dua hal yang penting baginya, kemajuan ekonomi dan kemajuan militer. Kedua hal tersebut menghendaki ilmu-ilmu modern yang telah dikenal orang di Eropa.

Ide dan gagasan Muhammad Ali Pasya yang sangat inovatif pada zamannya antar lain bahwa, untuk mendirikan sekolah-sekolah modern dan memasukkan ilmu-ilmu modern dan sains ke dalam kurikulum. Sekolah-sekolah inilah yang kemudian yang dikenal sebagai sekolah modern di Mesir pada khususnya dan dunia Islam pada umumnya.

Saat itu Mesir masih mempunyai sistem pendidikan tradisional, yaitu kuttab, masjid, madrasah, dan jami’ al-Azhar. Sementara itu ia melihat jika ia memasukkan kurikulum modern ke dalam lembaga pendidikan tradisional tersebut, sangat sulit. Oleh karena itulah, ia mengambil jalan alternatif dengan cara mendirikan sekolah modern di samping madrasah-madrasah tradisional yang telah ada pada masa itu masih tetap berjalan.

4.   Al-Tahtawi
Rifa’ah  Baidawi Rafi’ Al-Tahtawi demikian nama lengkapnya. Ia lahir pada tahun 1801 M di Tahta, suatu kota yang terletak di Mesir bagian selatan dan meninggal di Kairo pada tahun 1873 M. Ketika Muhammad Ali mengambil alih seluruh kekayaan di Mesir, harta orang tua Al-Tahtawi termasuk dalam kekayaan yang dikuasai itu. Ia terpaksa belajar di masa kecilnya dengan bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16 tahun, ia pergi ke Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Setelah lima tahun menuntut ilmu, ia selesai dari studinya di Al-Azhar pada tahun 1822 M.

Beberapa pemikirannya tentang pembaruan Islam adalah sebagai berikut:

a.   Ajaran Islam bukan hanya mementingkan soal akhirat, tetapi juga soal hidup di dunia. Umat Islam juga harus memperhatikan kehidupan dunia.
b.   Kekuasaan raja yang absolut harus dibatasi oleh syariat, raja harus bermusyawarah dengan ulama dan kaum intelektual.
c.   Syariat harus diartikan sesuai dengan perkembangan modern.
d. Kaum ulama harus  mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan modern agar syariat dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat modern.
e.  Pendidikan harus bersifat universal, misalnya wanita harus memperoleh pendidikan yang sama dengan kaum pria. Istri harus menjadi teman dalam kehidupan intelektual dan sosial.
f.     Umat Islam harus dinamis dan meninggalkan sifat statis.

5.   Jamaludin Al-Afgani
Jamaludin lahir di Afghanistan pada tahun 1839 dan meninggal dunia di Istambul pada tahun 1897. Ketika baru berusia dua puluh dua tahun, ia telah menjadi pembantu bagi Pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan. Di tahun 1864 ia menjadi penasihat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian, ia diangkat oleh Muhammad A’zam Khan menjadi perdana menteri. Dalam pada itu, Inggris mulai mencampuri soal politik dalam negeri Afghanistan dan dalam  pergolakan yang terjadi Al-Afgani memilih pihak yang melawan golongan yang disokong Inggris. Pihak pertama kalah dan Al-Afgani merasa lebih aman meninggalkan tanah tempat lahirnya dan pergi ke India di tahun 1869.

Beberapa pemikiran Jamaludin Al-Afgani tentang pembaruan Islam adalah sebagai berikut:

a.   Kemunduran umat Islam tidak disebabkan karena Islam tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan perubahan kondisi. Kemunduran itu disebabkan oleh berbagai faktor.
b.  Untuk mengembalikan kejayaan pada masa lalu dan sekaligus menghadapi dunia modern, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang murni dan Islam harus dipahami dengan akal serta kebebasan.
c.  Corak pemerintahan otokrasi dan absolut harus diganti dengan pemerintahan demokratis. Kepala negara harus bermusyawarah dengan pemuka masyarakat yang berpengalaman.
d.   Tidak ada pemisahan antara agama dan politik. Pan Islamisme atau rasa solidaritas antarumat Islam harus dihidupkan kembali.

6.   Muhammad Abduh
Muhammad Abduh dilahirkan di Mesir pada tahun 1849 M. Bapaknya bernama Abduh Hasan Khaerullah, berasal dari Turki yang telah lama tinggal di Mesir. Ibunya berasal dari bangsa Arab yang silsilahnya meningkat sampai ke suku bangsa Umar Ibn Al-Khattab.

Pada tahun 1866 M, Muhammad Abduh meneruskan studinya ke Al-Azhar. Sewaktu masih belajar di Al-Azhar, Jamaludin Al-Afghani datang ke Mesir dalam perjalanan ke Istambul. Di sinilah Muhammad Abduh untuk pertama kalinya bertemu dengan Jamaludin Al-Afghani. Dalam pertemuan itu, Jamaludin Al-Afghani mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai arti beberapa ayat al-Qur’an. Kemudian, ia berikan tafsirannya. Perjumpaan ini meninggalkan kesan yang baik dalam diri Muhammad Abduh.

Ketika Jamaludin Al-Afghani datang pada tahun 1871 untuk menetap di Mesir, Muhammad Abduh menjadi muridnya yang paling setia. Ia mulai belajar falsafat di bawah pimpinan Jamaludin Al-Afghani. Di masa ini, ia telah mulai menulis karangan-karangan untuk harian Al-Ahram yang pada waktu itu baru saja didirikan.

Pada tahun 1877, studinya selesai di Al-Azhar dengan mendapat gelar Alim. Ia mulai mengajar, pertama di Al-Azhar, kemudian di Dar Al-Ulum dan juga di rumahnya sendiri. Di antara buku-buku yang diajarkannya ialah buku akhlak karangan Ibn Miskawaih, Mukaddimah Ibn Khaldun, dan sejarah Kebudayaan Eropa karangan Guizot, yang diterjemahkan Al-Tahtawi ke dalam bahasa Arab pada tahun 1857. Sewaktu Jamaludin Al-Afghani diusir dari Mesir pada tahun 1879 karena dituduh mengadakan gerakan menentang Khedewi Tawfik, Muhammad Abduh yang juga dipandang turut campur dalam soal ini, dibuang keluar kota Kairo. Tetapi di tahun 1880 ia boleh kembali ke ibu kota dan kemudian diangkat menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintah Mesir.

Adapun ide-ide pembaruan Muhammad Abduh yang membawa dampak positif bagi pengembangan pemikiran Islam adalah sebagai berikut:

a. Pembukaan pintu ijtihad. Menurut Muhammad Abduh, ijtihad merupakan dasar penting dalam menafsirkan kembali ajaran Islam.
b.  Penghargaan terhadap akal. Islam adalah ajaran rasional yang sejalan dengan akal sebab dengan akal, ilmu pengetahuan akan maju.
c.   Kekuasaan negara harus dibatasi oleh konstitusi yang telah dibuat oleh negara yang bersangkutan.

7.   Rasyid Rida
Rasyid Rida adalah murid Muhammad Abduh yang terdekat. Ia lahir pada tahun 1865 di Al-Qalamun, suatu desa di Lebanon yang letaknya tidak jauh dari Kota Tripoli (Suria). Menurut keterangan, ia berasal dari keturunan Al-Husain, cucu Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, ia memakai gelar Al-Sayyid di depan namanya. Semasa kecil, ia dimasukkan ke madrasah tradisional di al-Qalamun untuk belajar menulis, berhitung dan membaca al- Qur’an. Pada tahun 1882, ia meneruskan pelajaran di Madrasah Al-Wataniah Al- Islamiah (Sekolah Nasional Islam) di Tripoli. Di Madrasah ini, selain dari bahasa Arab diajarkan pula bahasa Turki dan Perancis, dan di samping pengetahuan-pengetahuan agama juga pengetahuan-pengetahuan modern.

Sekolah ini didirikan oleh Al-Syaikh Husain Al-Jisr, seorang ulama Islam yang telah dipengaruhi oleh ide-ide modern. Di masa itu sekolah-sekolah misi Kristen telah mulai bermunculan di Suria dan banyak menarik perhatian orang tua untuk memasukkan anak-anak mereka belajar di sana. Dalam usaha menandingi daya tarik sekolah-sekolah misi inilah, maka Al-Syaikh Husain Al-Jisr mendirikan Sekolah Nasional Islam tersebut. Karena mendapat tantangan dari pemerintah Kerajaan Utsmani, umur sekolah itu tidak panjang.

Rasyid Rida meneruskan pelajarannya di salah satu sekolah agama yang ada di Tripoli. Tetapi dalam pada itu, hubungan dengan Al-Syaikh Husain Al-Jisr berjalan terus dan guru inilah yang menjadi pembimbing baginya di masa muda. Selanjutnya, ia banyak dipengaruhi oleh ide-ide Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh melalui majallah Al-Urwah Al-Wusṭa. Ia berniat untuk menggabungkan diri dengan Al-Afghani di Istambul, tetapi niat itu tak terwujud. Sewaktu Muhammad Abduh berada dalam pembuangan di Beirut, ia mendapat kesempatan baik untuk berjumpa dan berdialog dengan murid Al-Afghani yang terdekat ini. Perjumpaan-perjumpaan dan dialognya dengan Muhammad Abduh meninggalkan kesan yang baik dalam dirinya. Pemikiran-pemikiran pembaharuan yang diperolehnya dari Al- Syaikh Husain Al-Jisr dan yang kemudian diperluas lagi dengan ide-ide Al-Afghani dan Muhammad Abduh amat memengaruhi jiwanya.

Ia mulai mencoba menjalankan ide-ide pembaharuan itu ketika masih berada di Suria, tetapi usaha-usahanya mendapat tantangan dari pihak Kerajaan Utsmani. Ia merasa terikat dan tidak bebas. Oleh karena itu, ia memutuskan pindah ke Mesir, dekat dengan Muhammad Abduh. Pada bulan Januari 1898, ia sampai di negeri gurunya ini.

Beberapa bulan kemudian, ia mulai menerbitkan majalah yang termasyhur, Al-Manar. Di dalam nomor pertama, dijelaskan bahwa tujuan Al-Manar sama dengan tujuan Al-Urwah Al-Wusṭa, antara lain mengadakan pembaharuan dalam bidang agama, sosial, dan ekonomi, memberantas takhyul dan bid’ah-bid’àh yang masuk ke dalam tubuh Islam, menghilangkan paham fatalisme yang terdapat dalam kalangan umat Islam, serta paham-paham salah yang dibawa tarekat-tarekat tasawuf, meningkatkan mutu pendidikan dan membela umat Islam terhadap permainan politik negara-negara Barat.

Majalah ini banyak menyiarkan ide-ide Muhammad Abduh. Guru memberikan ide-ide kepada murid dan kemudian muridlah yang menjelaskan dan  menyiarkannya kepada umum melalui lembaran-lembaran Al-Manar. Tetapi, selain dari ide-ide, Al-Manar juga mengandung artikel-artikel yang dikarang Muhammad Abduh sendiri. Demikian juga tulisan pengarang-pengarang lain.

Beberapa pemikiran Rasyid Rida tentang pembaruan Islam adalah sebagai berikut:

a.   Sikap aktif dan dinamis di kalangan umat Islam harus ditumbuhkan.
b.   Umat Islam harus meninggalkan sikap dan pemikiran kaum Jabariyah.
c.   Akal dapat dipergunakan untuk menafsirkan ayat dan hadis tanpa  meninggalkan prinsip umum.
d.   Umat Islam menguasai sains dan teknologi jika ingin maju.
e.  Kemunduran umat Islam disebabkan banyaknya unsur bid’ah dan khurafat yang masuk ke dalam ajaran Islam.
f.    Kebahagiaan dunia dan akhirat diperoleh melalui hukum yang diciptakan Allah Swt.
g.   Perlu menghidupkan kembali sistem pemerintahan khalifah.
h.   Khalifah adalah penguasa di seluruh dunia Islam yang mengurusi bidang agama dan politik.
i.   Khalifah haruslah seorang mujtahid besar dengan bantuan para ulama dalam menerapkan prinsip hukum Islam sesuai dengan tuntutan zaman.

8.   Sayyid Ahmad Khan
Setelah hancurnya Gerakan Mujahidin dan Kerajaan Mughal sebagai akibat dari Pemberontakan 1857, muncullah Sayyid Ahmad Khan untuk memimpin umat Islam India, yang telah kena pukul itu untuk dapat berdiri dan maju kembali sebagai di masa lampau. Ia lahir di Delhi pada tahun 1817 dan menurut keterangan berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad melalui Fatimah dan Ali. Neneknya, Sayyid Hadi, adalah pembesar istana di zaman Alamghir II (1754‒1759). Ia mendapat didikan tradisional dalam pengetahuan agama dan di samping bahasa Arab, ia juga belajar bahasa Persia. Ia orang yang rajin membaca dan banyak memperluas pengetahuan dengan membaca buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sewaktu berusia 18 tahun, ia masuk bekerja pada Serikat India Timur. Kemudian, ia bekerja pula sebagai hakim. Tetapi, pada tahun 1846, ia pulang kembali ke Delhi untuk meneruskan studi.

Di masa Pemberontakan 1857, ia banyak berusaha untuk mencegah terjadinya kekerasan dan dengan demikian banyak menolong orang Inggris dari pembunuhan. Pihak Inggris menganggap ia telah banyak berjasa bagi mereka dan ingin membalas jasanya, tetapi hadiah yang dianugerahkan Inggris kepadanya ia tolak. Gelar Sir yang kemudian diberikan kepadanya dapat ia terima. Hubungannya dengan pihak Inggris menjadi baik dan ini ia pergunakan untuk kepentingan umat Islam India.

Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa peningkatan kedudukan umat Islam India dapat diwujudkan hanya dengan bekeija sama dengan Inggris. Inggris telah merupakan penguasa yang terkuat di India dan menentang kekuasaan itu tidak akan membawa kebaikan bagi umat Islam India. Hal ini akan membuat mereka tetap mundur dan akhirnya akan jauh ketinggalan dari masyarakat Hindu India.

Pemikiran Sayyid Ahmad Khan tentang pembaruan Islam adalah sebagai berikut:

a.   Kemunduran umat Islam disebabkan tidak mengikuti perkembangan zaman dengan cara menguasai sains dan teknologi.
b.  Ia berpendirian bahwa manusia bebas berkehendak dan berbuat sesuai dengan sunatullah yang tidak berubah. Gabungan kemampuan akal, kebebasan manusia berkehendak dan berbuat, serta hukum alam inilah yang menjadi sumber kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
c.   Sumber ajaran Islam hanyalah al-Qur’an dan hadis.
d.   Ia menentang taklid dan perlu adanya ijtihad sehingga umat Islam dapat berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
e.  Ia berpendapat satu-satunya cara untuk mengubah pola pikir umat Islam dari keterbelakangan adalah pendidikan.

9.   Sultan Mahmud II
Pembaharuan di Kerajaan Utsmani abad ke- 19, sama halnya dengan pembaharuan di Mesir, juga dipelopori oleh Raja. Kalau di Mesir Muhammad Ali Pasyalah raja yang memelopori pembaharuan, di Kerajaan Utsmani, raja yang menjadi pelopor pembaharuan adalah Sultan Mahmud II.

Mahmud lahir pada tahun 1785 dan mempunyai didikan tradisional, antara lain pengetahuan agama, pengetahuan pemerintahan, sejarah dan sastra Arab, Turki dan Persia. Ia diangkat menjadi Sultan pada tahun 1807 dan meninggal pada tahun 1839.

Di bagian pertama dari masa kesultanannya, ia disibukkan oleh peperangan dengan Rusia dan usaha menundukkan daerah-daerah yang mempunyai kekuasaan otonomi besar. Peperangan dengan Rusia selesai pada tahun 1812 dan kekuasaan otonomi daerah akhirnya dapat ia perkecil kecuali kekuasaan Muhammad Ali Pasya di Mesir dan satu daerah otonomi lain di Eropa.

Setelah kekuasaannya sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Utsmani ber-tambah kuat, Sultan Mahmud II melihat bahwa telah tiba masanya untuk memulai usaha-usaha pembaharuan yang telah lama ada dalam pemikirannya. Sebagaimana sultan-sultan lain, hal pertama yang menarik perhatiannya ialah pembaharuan di bidang militer.

Sultan Mahmud II banyak melakukan gerakan pembaruan dalam dunia Islam, yaitu sebagai berikut:

a.   Menerapkan sistem demokrasi dalam pemerintahannya.
b.   Menghapus pengutusan sultan yang dianggap suci oleh rakyatnya.
c.   Memasukkan kurikulum umum ke dalam lembaga-lembaga pendidikan madrasah.
d.  Mendirikan sekolah Maktebi Ma’arif yang mempersiapkan tenaga-tenaga administrasi, dan Maktebi Ulum’i edebiyet yang mempersiapkan tenaga- tenaga ahli penerjemah.
e.   Mendirikan sekolah kedokteran, militer dan teknik.

10. Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal berasal dari keluarga golongan menengah di.Punjab dan lahir di Sialkot pada tahun 1876. Untuk meneruskan studi ia kemudian pergi ke Lahore dan belajar di sana sampai ia memperoleh gelar kesarjanaan M.A. Di kota itulah ia berkenalan dengan Thomas Arnold, seorang Orientalis, yang menurut keterangan, mendorong pemuda Iqbal untuk melanjutkan studi di Inggris. Pada tahun 1905, ia pergi ke negara ini dan masuk ke Universitas Cambridge untuk mempelajari falsafat. Dua tahun kemudian, ia pindah ke Munich di Jerman, dan di sinilah ia memperoleh gelar Ph.D. dalam tasawuf. Tesis doktoral yang diajukannya berjudul: The Development of Metaphysics in Persia (Perkembangan  Metafisika di Persia).

Pada tahun 1908 ia berada kembali di Lahore dan di samping pekerjaannya sebagai pengacara, ia menjadi dosen falsafat. Bukunya The Reconstruction of Retigious Thought in Islam adalah hasil ceramah-ceramah yang diberikannya di beberapa universitas di India. Kemudian, ia memasuki bidang politik dan pada tahun 1930, ia dipilih menjadi Presiden Liga Muslimin. Di dalam perundingan Meja Bundar di London, ia turut dua kali mengambil bahagian. Ia juga menghadiri Konferensi Islam yang diadakan di Yerusalem. Pada tahun 1933, ia diundang ke Afghanistan untuk membicarakan pembentukan Universitas Kabul. Dalam usia 62 tahun, ia meninggal di tahun 1938.

Berbeda dengan pembaharu-pembaharu lain, Muhammad Iqbal adalah penyair dan filosof. Tetapi, pemikirannya mengenai kemunduran dan kemajuan umat Islam mempunyai pengaruh pada gerakan pembaruan dalam Islam.

Pemikiran Muhammad Iqbal tentang pembaruan Islam adalah sebagai berikut:

a.   Ijtihad mempunyai kedudukan penting dalam pembaruan Islam dan pintu ijtihad tetap terbuka.
b.  Umat Islam perlu mengembangkan sikap dinamisme. Dalam syiarnya, ia mendorong umat Islam untuk bergerak dan jangan tinggal diam. 
c.   Kemunduran umat Islam disebabkan oleh kebekuan dan kejumudan dalam berpikir.
d.   Hukum Islam tidak bersifat statis, tetapi dapat berkembang sesuai per- kembangan zaman.
e.   Umat Islam harus menguasai sains dan teknologi yang dimiliki Barat.
f.    Perhatian umat Islam terhadap zuhud menyebabkan kurangnya perhatian terhadap masalah-masalah keduniaan dan sosial kemasyarakatan. 

Menerapkan Perilaku Mulia

Ada beberapa perilaku yang dapat dijadikan cerminan terhadap penghayatan akan sejarah perkembangan Islam pada masa pembaruan ini. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:

1.   Menyikapi kejadian masa lalu dengan sikap sabar dan menanamkan jihad yang sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan hadis.
2.  Menjadikan sumber inspirasi untuk membuat langkah-langkah inovatif agar kehidupan manusia menjadi damai dan sejahtera baik di dunia maupun di akhirat.
3.  Memotivasi diri terhadap masa depan agar memperoleh kemajuan serta mengupayakan agar sejarah yang mengandung nilai negatif atau kurang baik tidak akan terulang kembali.
4.  Membangun masa depan berdasarkan pijakan-pijakan yang telah ada di masa lalu sehingga dapat membangun negara senantiasa menjadi baldatun tayyibatun wa rabbun gafur atau negara yang baik dan mendapat ampunan dari Allah Swt.
5.  Ilmu pengetahuan dan teknologi di masa pembaruan cukup canggih dan menakjubkan sehingga melalui proses belajar akan dapat diperoleh kemajuan yang lebih baik bagi generasi-generasi muslim di masa depan.
6.   Mencari upaya antisipasi agar kekeliruan yang mengakibatkan kegagalan di masa lalu tidak terulang di masa yang akan datang.
7.  Dalam sejarah, dikemukakan pula masalah sosial dan politik yang terdapat di kalangan bangsa-bangsa terdahulu. Semua itu agar menjadi perhatian dan menjadi pelajaran ketika menghadapi permasalahan yang mungkin akan terjadi.

Rangkuman

1.  Perkembangan Islam pada masa modern dimulai dari tahun 1800 dan berlangsung sampai sekarang yang ditandai dengan gerakan pembaruan dalam berbagai bidang.
2.  Tokoh-tokoh yang memelopori gerakan pembaruan Islam, antara lain; Muhammad bin Abdul Wahab, Syah Waliyullah, Muhammad Ali Pasya, Al-Tahtawi, Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Rida, Sayyid Ahmad Khan, dan Sultan Mahmud II.
3. Saat Islam mengalami kemunduran, bangsa Eropa justru mengalami kemajuan luar biasa dalam lapangan kebudayaan, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Sementara kondisi dunia Islam berada di bawah pengaruh kolonialisme dan imperialisme Eropa.

No comments:

Post a Comment