Salam cerdas…..
1. Biografi Muhammad Ali Jinnah sebagai Bapak Pakistan
Tokoh yang sezaman dengan Iqbal adalah Muhammad Ali Jinnah (selanjutnya disebut dengan Jinnah), anak seorang saudagar yang lahir di Karachi pada tanggal 25 Desember 1876. Semenjak masa remaja dia telah meninggalkan India menuju London untuk melanjutkan studi di bidang Hukum dan menjadi pengacara sukses.
Jinnah mulai memasuki dunia politik pada tahun 1906, kemudian bergabung dengan Indian National Congress di bawah bimbingan Dadabhai Naoroji. Pada tahun 1910 dia terpilih menjadi ahli Viceroy’s Legislative Council mewakili masyarakat Muslim Bombay.
Berbeda dengan tokoh pergerakan Islam sebelum dan sezamannya yang biasanya melalui pendidikan Islam tradisional, Jinnah justru melalui semua pendidikan di sekolah secular. Maka ada sebagian pendapat menyatakan bahwa Jinnah pada awalnya tidak lebih dari seorang nasionalis moderat yang tidak memiliki keterikatan apapun dengan gerakan Islam.[1] Maka wajar jika pada awalnya dia tidak menolak konsep satu Negara yang dicadangkan masyarakat Hindu dan nasionalis Muslim. Sesudah tahun 1913 barulah Jinnah lebih dekat kepada kepentingan Islam dan mendukung berdirinya Negara Islam Pakistan.[2]
Perubahan pada diri Jinnah terjadi pada April tahun 1913 saat mengunjungi London dan bertemu dengan Maulana Muhammad Ali dan Syed Wazir Hasan. Kedua tokoh ini meminta Jinnah untuk bergabung dengan Liga Muslim.[3]
2. Ide Pemikiran Muhammad Ali Jinnah tentang Negara Islam Pakistan
Ide tentang negara Islam Pakistan sudah mulai ditiupkan oleh Shah Waliullah, lalu dimunculkan oleh Ahmad Khan, dan dikumandangkan oleh Iqbal, akan tetapi Jinnah sesungguhnya orang yang merealisasikannya.[4] Artinya, Jinnah mampu merealisasikan ide-ide tokoh sebelumnya ke alam nyata. Dia lebih cenderung kepada praktisi bukan pemikir.
Walaupun tidak banyak mengeluarkan filsafat dan pemikiran seperti Iqbal, akan tetapi perannya dalam membangun negara Islam Pakistan tidak dapat diingkari. Pada sisi lain perannya mewujudkan negara Islam adalah bukti bahwa dia tetap berasusmsi Islam sebagai agama yang sempurna, bukan hanya mengatur permasalahan ibadah, akan tetapi juga negara.
Pada hakikatnya pendirian negara Islam Pakistan yang merdeka tanggal 15 Agustus 1947[5] adalah klimaks dari perjuangan umat Islam di India untuk memiliki negara sendiri yang didasari keyakinan bahwa Hindu dan Muslim di India sesungguhnya tidak mungkin dapat bersatu. Karena agama, budaya dan adat yang berbeda akan menjadi penghalang perpaduan bangsa di masa akan datang seperti telah diramalkan oleh Shah Waliullah, Ahmad Khan dan Iqbal.[6]
Kenyataan ini ternyata terbukti dengan berbagai konfik yang terjadi di antara umat Islam dengan umat Hindu, seperti peristiwa bulan May 1923 di Calcuta, Juli 1924 di Bakrid dan Gulburga dan 2 April 1926 di Calcuta yang meninggalkan banyak korban. Bahkan di tahun 1927 saja ada lebih kurang 31 kasus pertumpahan darah.[7]
Penyebab konflik sudah sangat beragam, dari masalah sejarah, politik, agama, bahkan yang terakhir disebabkan oleh masalah ekonomi. Karena dari aspek terakhir ini umat Islam berada pada tingkatan yang lebih rendah dibandingkan masyarakat Hindu.[8] Namun yang jelas benih konflik itu sudah wujud semenjak awal, dan peristiwa mutini tahun 1857 merupakan salah satu puncaknya.[9]
[1] Ayesha Jalal (2000), Self and Sovereignty Individual and Community in South Asian Islam Since 1840, London and New York : Routledge, h. 182
[2] Asghar Ali Engineer (1985), Indian Muslims : A Study of The Minority Problem in India, Jawahar Nagar, New Delhi : Ajanata Publication, h. 93
[3] S.Abid Husain (1965), op.cit., h. 68
[4] Aziz Ahmad dan G.E.Von Grunebaum (1970), op.cit., h. 153
[5] Y.B.Chavan (1966), Pakistan Her Relation With India 1947-1966, New Delhi : Vir Publisihing House, h. 6-7
[6] Aziz Ahmad (1967), op.cit., h. 165-166
[7] R.C.Majumdar (1963), History of The Freedom
JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012 99
Movement in India. Calcuta : K.L.Mukhopadhyay, h. 286 ; Mushir U Haq (1970), Muslim Politics in Modern India, Meruurut, India : Meenakshi Prakashan, h. 55
[8] A.L.Basham (1964), op.cit., h. 12
No comments:
Post a Comment