Salam cerdas…..
1. Sayyid Ahmad Khan (1817-1898): Tokoh
Kontraversi
Sayyid Ahmad Khan dilahirkan di Delhi tanggal
6 Dzulhijjah 1232 Hijriyah atau 17 Oktober 1817 dan Sayyid masih keturunan nabi
Muhammad SAW. Ia merupakan keturunan dari Husain bin Ali bin Abi Thalib, cucu
Rasulullah . Ayahnya bernama Mir Muttaqi adalah seorang pemimpin agama, tetapi
karena keturunan Sayyid maka ia juga memperoleh pengaruh besar dan juga sangat
dihormati oleh raja Mughal pada waktu itu, Akbar Syah II.[1]
Dia juga berasal dari keluarga terpandang, sebab kakeknya adalah Sayyid Hadi seorang Pembesar Istana di zaman Alamghir II (1754-1759). Maka wajar jika dia mendapatkan pendidikan yang baik dan menguasai berbagai bahasa, khususnya Inggeris, Arab serta Parsi. Ia mendapat pendidikan tradisional dalam pengetahuan agama. Selain bahasa arab, ia juga belajar bahasa Persia dan sejarah. Ia orang yang rajin membaca dan selalu memperluas pengetahuan dengan menelaah berbagai bidang ilmu pengetahuan.[2]
Dia juga berasal dari keluarga terpandang, sebab kakeknya adalah Sayyid Hadi seorang Pembesar Istana di zaman Alamghir II (1754-1759). Maka wajar jika dia mendapatkan pendidikan yang baik dan menguasai berbagai bahasa, khususnya Inggeris, Arab serta Parsi. Ia mendapat pendidikan tradisional dalam pengetahuan agama. Selain bahasa arab, ia juga belajar bahasa Persia dan sejarah. Ia orang yang rajin membaca dan selalu memperluas pengetahuan dengan menelaah berbagai bidang ilmu pengetahuan.[2]
Inti dari pemikiran Ahmad Khan adalah merubah
konfrontasi menjadi kompromi, permusuhan menjadi persahabatan. Sikap menolak
semua ide dari barat diubah dengan sikap kooperatif dengan mempelajari kemajuan
peradaban dan teknologi yang ada pada penjajah tersebut. Baginya perlawanan
terhadap Inggeris hanya akan menambah kehancuran
umat Islam. [3]
Untuk itu dia berusaha memberi keyakinan
kepada pihak Inggeris bahwa pada pemberontakan tahun 1857 umat Islam bukan
pemeran utama. Kemarahan umat Islam terjadi karena ada informasi yang menyatakan bahwa penjajah
Inggeris akan melakukan kristenisasi di India. Pada sisi lain penjajah Inggeris
juga tidak memahami permasalahan sensitif di kalangan masyarakat setempat
sehingga banyak tindakan mereka yang menimbulkan kemarahan di tengah
masyarakat.
Banyak cadangan dan pemikiran Ahmad Khan yang
dipakai oleh penjajah Inggeris sehingga dapat memperbaiki hubungan India dengan
Inggeris, khususnya umat Islam. Di atas jasa-jasanya tersebut maka kerajaan
Inggeris menganugerahkan gelaran Sir kepadanya. Hubungannya dengan pihak
Inggris menjadi baik dan ini ia pergunakan untuk kepentingan umat Islam India.
Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa
peningkatan kedudukan umat Islam India dapat diwujudkan hanya dengan bekerja
sama dengan Inggris. Inggris telah merupakan penguasa yang terkuat di India dan
menentang kekuasaan itu tidak akan membawa kebaikan bagi umat Islam India. Hal
ini akan membuat mereka tetap mundur dan akhirnya akan jauh ketinggalan dari
masyarakat Hindu India.
Pemikiran Sayyid Ahmad Khan tentang pembaruan
Islam adalah sebagai berikut:
1) Kemunduran umat Islam disebabkan tidak
mengikuti perkembangan zaman dengan cara menguasai sains dan teknologi.
2) Ia berpendirian bahwa manusia bebas
berkehendak dan berbuat sesuai dengan sunatullah yang tidak berubah. Gabungan
kemampuan akal, kebebasan manusia berkehendak dan berbuat, serta hukum alam
inilah yang menjadi sumber kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
3) Sumber ajaran Islam hanyalah al-Qur’an dan
hadis.
4) Ia menentang taklid dan perlu adanya ijtihad
sehingga umat Islam dapat berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi modern.
5) Ia berpendapat satu-satunya cara untuk
mengubah pola pikir umat Islam dari keterbelakangan adalah pendidikan.
Penjelasam Ide-ide cemerlang Sayyid Ahmad
Khan adalah sebagai berikut:
1) Ide pembaharuan dalam Bidang Pendidikan. Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa peningkatan kedudukan
ummat Islam India, dapat diwujudkan dengan hanya bekerjasama dengan Inggris.
Inggris merupakan penguasa terkuat di India, dan menentang kekuasaan itu tidak
membawa kebaikan bagi ummat Islam India. Hal ini akan membuat mereka tetap
mundur dan akhirnya akan jauh ketinggalan dari masyarakat Hindu India.
Disamping itu dasar ketinggian dan kekuatan barat, termasuk didalamnya Inggris,
ialah ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Untuk dapat maju, ummat Islam
harus pula menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu. Jalan yang
harus ditempuh ummat Islam untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi
modern yang diperlukan itu bukanlah kerjasama dengan Hindu dalam menentang
Inggris tetapi memperbaiki dan memperkuat hubungan baik dengan Inggris. Ia
berusaha meyakinkan pihak Inggris bahwa dalam pemberontakan 1857, ummat Islam
tidak memainkan peranan utama. Atas usaha-usahanya dan atas sikap setia yang ia
tunjukkan terhadap Inggris. Sayyid Ahmad Khan akhirnya berhasil dalam merubah
pandangan Ingris terhadap ummat Islam India. Dan sementara itu kepada ummat
Islam ia anjurkan supaya jangan mengambil sikap melawan, tetapi sikap berteman
dan bersahabat dengan inggris. Cita-citanya untuk menjalani hubungan baik
antara inggris dan umat islam, agar demikian ummat islam dapat di tolong dari
kemunduranya ,telah dapat di wujudkan di masa hidupnya.
2) Sayid Ahmad Khan melihat bahwa ummat Islam India mundur karena mereka
tidak mengikuti perkembangan zaman. Peradaban Islam klasik telah hilang dan
telah timbul peradaban baru di barat. Dasar peradaban baru ini ialah ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi modern adalah hasil
pemikiran manusia. Oleh karena itu akal mendapat penghargaan tinggi bagi Sayyid
Ahmad Khan. Tetapi sebagai orang Islam yang percaya kepada wahyu, ia
berpendapat bahwa kekuatan akal bukan tidak terbatas. Karena ia percaya pada
kekuatan dan kebebasan akal, sungguhpun mempunyai batas, ia percaya pada
kebebasan dan kemerdekaan manusia dalam menentukan kehendak dan melakukan
perbuatan Alam, Sayyid Ahmad Khan selanjutnya, berjalan dan beredar sesuai
dengan hukum alam yang telah ditentukan Tuhan itu. Segalanya dalam alam terjadi
menurut hukum sebab akibat. Tetapi wujud semuanya tergantung pada sebab pertama
(Tuhan). Kalau ada sesuatu yang putus hubungannya dengan sebab pertama, maka
wujud sesuatu itu akan lenyap.
3) Ide pembaharuan dalam Bidang Sosial Keagamaan. Sejalan dengan ide-ide diatas, ia menolak faham Taklid
bahkan tidak segan-segan menyerang faham ini. Sumber ajaran Islam menurut
pendapatnya hanyalah Al Qur’an dan Al Hadist. Pendapat ulama’ di masa lampau
tidak mengikat bagi ummat Islam dan diantara pendapat mereka ada yang tidak
sesuai lagi dengan zaman modern. Pendapat serupa itu dapat ditinggalkan.
Masyarakat manusia senantiasa mengalami perubahan dan oleh karena itu perlu
diadakan ijtihad baru untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan
suasana masyarakat yang berubah itu. Dalam mengadakan ijtihad, ijma’ dan qiyas
baginya tidak merupakan sumber ajaran Islam yang bersifat absolute. Hadits juga
tidak semuanya diterimanya karena ada hadits buat-buatan. Hadits dapat ia terima
sebagai sumber hanya setelah diadakan penelitian yang seksama tentang
keasliannya.
4) Yang menjadi dasar bagi system perkawinan
dalam Islam, menurut pendapatnya, adalah sistem
monogamy, dan bukan sistem poligami sebagaimana telah dijelaskan oleh
ulama’-ulama’ di zaman itu. Poligami adalah pengecualian bagi sistem monogamy
itu. Poligami tidak dianjurkan tetapi dibolehkan dalam kasus-kasus tertentu.
Hukum pemotongan tangan bagi pencuri bukan suatu hukum yang wajib dilaksanakan,
tetapi hanya merupakan hukum maksimal yang dijatuhkan dalam keadaan tertentu.
Disamping hukum potong tangan terdapat hukum penjara bagi pencuri. Perbudakan
yang disebut dalam Al Qur’an hanyalah terbatas pada hari-hari pertama dari
perjuangan Islam. Sesudah jatuh dan menyerahnya kota Makkah, perbudakan tidak
dibolehkan lagi dalam Islam. Tujuan sebenarnya dari do’a ialah merasakan
kehadiran Tuhan, dengan lain kata do’a diperlukan untuk urusan spiritual dan
ketenteraman jiwa. Faham bahwa tujuan do’a adalah meminta sesuatu dari Tuhan
dan bahwa Tuhan mengabulkan permintaan itu, ia tolak. Kebanyakan do’a, demikian
ia menjelaskan, tidak pernah dikabulkan Tuhan.
5) Ide pembaharuan dalam Bidang Politik. Sayyid Ahmad Khan, berpendapat bahwa ummat Islam
merupakan satu ummat yang tidak dapat membentuk suatu Negara dengan ummat
Hindu. Ummat Islam harus mempunyai Negara tersendiri,. Bersatu dengan ummat
Hindu dalam satu Negara akan membuat minoritas Islam yang rendah kemajuannya,
akan lenyap dalam mayoritas ummat Hindu yang lebih tinggi kemajuannya.[4]
Inilah pokok-pokok pemikiran Sayyid Ahmad
Khan mengenai pembaharuan dalam Islam. Ide-ide yang dimajukannya banyak
persamaannya dengan pemikiran Muhammad Abduh di Mesir. Kedua pemuka pembaharuan
ini sama-sama memberi penghargaan tinggi kepada akal manusia, sama-sama
menganut faham Qadariyah, sama-sama percaya kepada hukum alam ciptaan Tuhan,
sama-sama menentang taklid, dan sama-sama membuka pintu ijtihad yang dianggap
tertutup oleh ummat Islam pada umumnya diwaktu itu.
2. Gerakan Aligarh
Gerakan Aligarh didirikan oleh Ahmad Khan
bertujuan melanjutkan ide-ide pembaharuannya. Inti gerakan ini merupakan respon
terhadap kondisi masyarakat Islam India
yang sudah sangat terpuruk.
Sementara bagi kalangan Hindu pendirian
gerakan Aligarh erat hubungannya dengan ketakutan umat Islam terhadap
kebangkitan masyarakat Hindu. Sehingga ada pendapat yang menyatakan bahwa
pendirian gerakan ini sesungguhnya tidak
relistik dan bersifat romantic.[5]
Hubungan yang kurang baik di antara Hindu dan Islam hanya meliputi kelompok
elit dan menengah, bukan masyarakat bawah.[6]
Oleh sebab itu sikap curiga Ahmad Khan terhadap umat Hindu dianggap terlalu
berlebihan.
Namun bagi pihak muslim pendirian gerakan Aligarh tidaklah
sesederhana hal di atas. Sebab permasalahan Hindu dan Muslim sudah ada semenjak
lama, di mana banyak fakta membuktikan
bahwa Islam dan Hindu sukar sekali hidup bersama di dalam satu bangsa.
Gerakan ini berpusat di sekolah Muslim Anglo
Oriental College (MAOC) yang didirikannya pada tahun 1878.[7]
Pusat pendidikan ini mengajarkan
ilmu-ilmu keislaman (Islamic studies) dengan menggunakan metode barat.[8]
Bahkan ada sebagian orang beranggapan bahwa gerakan ini adalah kelompok orang yang
menyokong imprealis Barat.[9]
Maka wajar jika sekolah ini mendapat banyak fasilitas dari Inggeris sehingga
pada tahun 1920 sekolah ini berubah
menjadi Universitas Islam Aligarh dan berperan sebagai pusat gerakan pembaharuan Islam di India.[10]
Nawab Muhsin al-Mulk atau Sayyid Mahdi Ali
(1837-1907) adalah pelanjut pimpinan Gerakan Aligarh dalam mengembangkan pembaharuan Sayyid Ahmad Khan. Namun tokoh
ini bersifat lebih lembut sehingga dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat
Islam, baik kelompok modernis maupun ulama Deoband yang selama ini tidak
sejalan dengan pemikiran Sayyid Ahmad Khan. Pada akhirnya dia berhasil
membentuk Liga Muslimin India pada tahun 1906.[11]
Tokoh berikutnya yang berperan dalam Gerakan
Aligarh adalah Viqar al-Mulk (1841-1917) yang pada awalnya sangat sejalan dengan
Ahmad Khan, khususnya dalam masalah kerjasama dengan Inggeris, namun kemudian
berubah dan berupaya mengurangi pengaruh Inggeris dari MAOC.
Setelah itu ada beberapa nama lain yang
berpengaruh terhadap Gerakan Aligarh seperti Chiragh Ali, Salah al-Din Khuda,
Maulvi Nazir Ahmad, dan Muhammad Sibli Nu’mani (1875-1914). Namun setelah
meninggalnya Ahmad Khan para pengikutnya sekurang-kurangnya dapat dibagi
dua, ada yang masih sejalan namun ada
juga yang sudah meninggalkan beberapa prinsip pokok, seperti bekerjasama dengan
penjajah Inggeris dan lebih dekat kepada pihak Islam, khususnya ulama Deoband.[12]
[1]
http://mustari64.blogspot.co.id/2010/05/ide-ide-pembaharuan-sir-sayyid-ahmad.html
[2] https://andersenalfatih.wordpress.com/2014/02/08/pembaharuan-pemikiran-sayyid-ahmad-khan/
[3] JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 1,
Januari 201294
[4]
https://nicohendrick.wordpress.com/2009/11/13/pemikiran-pembaharuan-sayyid-ahmad-khan-2/
[5] A.L.Basham (1964), Studies in Indian
History and Culture, Culcutta : Sambodhi Publication Provare Ltd, h. 12
[6] Ram Gopal (1964), op.cit., h. 28-29
[7] Harun Nasution (1986), op.cit., h.
107
[8] John McLeod (2002), op.cit., h. 89
[9] Zafar Imam (1975), Muslims in India,
New Delhi : Orient Longman, h. 50
[10] Harun Nasution (1996), op.cit., h.
164
[11] Ibid.
[12] JURNAL USHULUDDIN Vol. XVIII No. 1,
Januari 2012
No comments:
Post a Comment